Sosialisme Islam Oleh: Ahmad Marzuki Toeken |
KABARMASA.COM, KEPULAUAN RIAU-Sosialisme Islam, bukanlah peristilahan baru yang dibuat oleh penulis. Penggabungan dua istilah tersebut telah dikenal oleh kaum cendiakawan Indonesia, bahkan pada saat penjajahan Pemerintahan Kolonial Belanda masih bercokol di bumi pertiwi. H. O. S. Tjokroaminoto yang telah memadukan dua istilah tersebut. Jumat (27/01/2023)
Mula-mulanya terbit dua artikel yang dimuat oleh surat kabar resmi Serikat Islam (SI), Oetoesan Hindia pada 1 Januari 1913 yang berjudul; Apakah Sosialisme itu dan Sosialisme berdasar atas Islam. Hingga kemudian disusun menjadi buku yang diberi judul; Islam dan Sosalisme terbit pada November 1924.
Pemaduan Islam dan Sosialisme yang dilakukan oleh Tjokro Aminoto, bukan sekedar memadukan dua istilah tetapi mempunyai konteks sejarah yang seperti yang dituliskan oleh Z. A Ahmad;
Dia didorong menulis itu, berhubung dengan adanya aliran politik kuat yang berpendapat bahwa sosialismelah yang akan dapat melepaskan bagian umat manusia yang sengsara didunia ini dari penderitaannya. Lagi pula untuk membantah tuduhan-tuduhan terhadap islam, bahwa agama Islam hanya menghendaki keselamatan orang-orang yang memeluknya saja, dan bukan keselamatan lain-lain orang juga dalam masyarakat. Menuliskan.
Tetapi sebelum terlalu jauh mengulasnya, terlebih dahulu perlu kita mengenal Islam dan Sosialisme itu sendiri. Seperti sebuah pepatah latin yang berbunyi, ad recte decendum opertet primum inquirere nomina, quia rerum cognition a nominibus rerum dependet. Yang berarti, agar dapat memahami sesuatu, perlu diketahui namanya agar mendapatkan pengetahuan yang benar.
Kata pokok dari Sosialisme ialah “socius”, kata latin yang artinya “teman”. Sosialisme dapat diterjemahkan dengan “persaudaraan manusia. (H. Van der Mandere, 1949). Sedangkan secara bahasa, sosialisme berasal dari serapan bahasa Belanda: socialisme yang berarti serangkain sistem ekonomu dan sosial yang ditandai dengan kepemilikan sosial atas alat-alat produksi dan manajemen pekerja.
Tetapi ada kesulitan menemukan siapa pertama kali yang menggunakan istilah ini. L. Rebaud seorang penulis Prancis mengaanggap dirinya yang mendapatkan kata itu. Sedangkan Grunberg, kata itu telah dipakai oleh seorang pendeta italia, Giuliani. Menurutnya penggunaan kata Sosialisme dalam arti “Khatolicisme” sebagai lawan dari protestanisme (Lihat Z. A, Ahmad; Dasar-dasar ekonomi dalam Islam)
Terlepas dari tentang siapa yang menemukan kata tersebut. Indonesia mengenal istilah Sosialisme sesuai dengan arti kaum Marxis yang pertama kali diperkenalkan oleh Hank Sneevliet seorang Komunis Belanda yang merintis pembangunan Partai Komunis Indonesia. Paham Marxisme diperkenalkan olehnya, melalui organisasi Indische Sociaal Democratische Vereenenging (ISDV). Melalui organisasi inilah, kemudian pelan-pelan merekrut anggota Sarekat Islam, khususnya semarang yakni Soemaun.
Marxisme memahami sosialisme sebagai masyarakat tanpa kelas. Seorang pemikir ternama Mesir, Hassan Hanafi melanjutkan bahwa masyarakat tanpa kelas ialah kehidupan masyarakat yang menempatkan semua anggota warganya pada posisi yang setara, tidak ada orang kaya dan kuat, superior dan inferior, penindas dan tertindas.
Sedangkan Istilah Islam, adalah kepercayaan dan ajaran yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw yang menandaskan keyakinan pada Al-Quran sebagai teks yang dianggap oleh umat Islam sebagai kitab suci yang langsung dari Firman Allah. Selain dari pada memberikan pencerehan Akidah kepada umat manusia, ajaran Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad mampu melahirkan masyarakat yang ideal pada masanya. Terdiri dari orang yang tidak mementingkan diri sendiri, yang selama tiga puluh tahun berhasil bereksperimen dalam melaksanakan demokrasi sejati, berdasarkan persamaan, keadilan dan Moralitas (Karen Armstrong, 2002)
Dari sini kita mampu membedakan secara mendasar antara Islam dan Sosialisme. Islam berasal dari Firman Tuhan sedangkan Sosialisme dari akal budi manusia. Tetapi disisi lain pada akhirnya kita juga mampu melihat kesamaan antara keduanya dalam keberpihakannya pada kemanusian dan cita-cita membangun masyarakat tanpa kelas.
Menurut Fazkur Rahman, Konsep masyarakat tanpa kelas merupakan konsep yang tidak asing dalam doktrin Islam. Ia mengatakan:
Sejak semula, islam, melalui ajaran prinsip-prinsipn moral dan berlakunya hukum dalam kenyataan, pembaharuan masyarakat merupakan bagian dari inti ajaran Islam. Sungguh Islam dapat dilukiskan sebagai gerakan pembaharuan sosial ekonomi yang didukung oleh ide keagamaan dan etis tertentu yang sangat kuat berkenaan dengan Tuhan dan alam raya. Faktor paling fundamental dan dinamis dari etika sosial dalam Islam adalam egalitatrianisme; semua anggota keimanan itu, tidak peduli warna kulit, ras, dan status sosial atau ekonominya adalah partisipan yang sama dalam komunitas.
Pendapat diatas telah berhasil mengurai kesamaan misi ke-Islaman dan Sosialisme. H.O.S. Tjokroaminoto dalam pembahasan tentang sosialisme Islam secara spesifik menyebut bahwa sosialisme yang dimaksudnya adalah sosialisme yang bersandar kepada agama (Islam) yang wajib dilakukan oleh umatnya sepanjang hal tersebut merupakan perintah agama Islam. Sosialisme sebagaimana dimaksud adalah sosialisme yang telah berkembang kurang lebih selama tiga belas abad serta telah dipraktikkan sejak zaman Rasulullah Muhammad S.A.W. dan bukanlah sosialisme yang lahir dari pengaruh bangsa Eropa (H.O.S. Tjokroaminoto 2010).
Dari uraun tersebut bahwa jelas perbedaan yang dimaksudkan oleh Tjokro Amninoto tentang Sosialisme Islam dan Sosialisme Eropa. Disana dapat dilihat antara titik berangkat dan akhir dari pada keduanya. Sosialisme ala Marxian, berakhir pada masyarakat tanpa kelas, sedangkan Sosialisme ala Islam pergerakan yang bukan saja mencapai kesempurnaan hidup di dunia tetapi juga akhirat. Dalam prakteknya, Tjokroamnoto membagi macam sosialisme yang di kenal oleh Islam, yaitu;
1. Staats-sosialisme, baik yang bekerja dengan kekuatan satu pusat (gecentraliseerd) maupun yang bekerja dengan kekuatan gemeente-gemeente (gedecentraliseerd).
2. Industri-sosialisme. Jika satu negeri bersifat sosialis, maka pekerjaan kerajinan (pabrikan, industri) harus diatur seluas-luasnya secara sosialis (gesocialiseerd) juga. Maka di dalam negeri yang demikian itu, keberadaan tanah menjadi pokok segala hasil dan pokok semua pekerjaan industri besar. Kalau hendak dijalankan seluas-luasnya land-socialisme dan staat-socialisme. Maka bentuk sosialisme inilah yang terutama sekali dijalankan oleh Islam. Sejak Nabi Muhammad SAW memegang kekuasaan negara, maka negara itu segera diaturnya secara sosialis, dan semua tanah dijadikannya sebagai milik negara.
Disini kita kembali menemukan kesamaan yang sangat mencolok antara Sosialisme Islam dan Sosialisme Eropa. Keduanya menginginkan bahwa alat produksi tidak boleh dimiliki secara pribadi. Pendeknya sama-sama menentang kapitalisme. Meskipun demikian Tjokroaminoto tidak menerima pandangan Kalr Marx. Menurutnya, Marx tidak mengakui keberadaan agama bahkan menyatakan bahwa agama itu adalah kebingungan otak, yang dibuat-buat oleh manusia untuk meringankan beban hidup yang sukar, sehingga agama merupakan candu bagi rakyat. Selain itu ajaran materialism historis menyatakan bahwa segala sesuatu berasal dari benda, oleh benda, dan kembali ke benda. Padahal, umat Islam meyakini bahwa segala sesuatu berasal dari Allah, oleh Allah dan akan kembali kepada Allah. Ajaran materialism historis dengan demikian tidak hanya memungkiri keberadaan Allah, namun juga mempertuhankan benda(H.O.S. Tjokroaminoto 2010).
“Tahukah kamu apakah jalan yang mendaki lagi sukar itu? (Yaitu) melepaskan budak dari perbudakan, atau memberi makan pada hari kelaparan, (kepada) anak yatim yang ada hubungan kerabat, atau kepada orang miskin yang sangat fakir. Kemudian dia termasuk orang-orang yang beriman dan saling berpesan untuk bersabar dan saling berpesan untuk berkasih sayang.” (Alqur,an Surah Al-Balad Ayat 12-17)
Baru berbagai macam pandangan yang telah dijelaskan dimuka yang pokoknya mempertautkan antara Islam dan Sosialisme. Kiranya dapat kita bedakan hal mendasar dari keduanya. Higga oleh H.O.S. Tjokroaminoto melahirkan istilah yang begitu brilian, yakni Sosialisme Islam. Namun patut untuk kita akui bahwa prinsip-prinsip dari pada keduanya mempunyai kesamaan khusunya mengenai prinsip keadilan, kesetaraan, dan persaudaraan merupakan prinsip yang dipegang teguh baik oleh sosialisme Islam maupun sosialisme Barat. Selain itu, sosialisme Islam dan sosialisme Barat samasama bertujuan menciptakan kesejahteraan bagi seluruh anggota masyarakat. (ZS)