KABARMASA.COM, BEKASI-ABSTRAK Tanggung jawab pemerintah dalam penanganan pandemi Covid-19 menurut UU No. 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan. Dalam hal ini yang berkaitan dengan Studi kasus penanganan Pandemi Covid-19 di Kota Bekasi. Pemerintah Kota Bekasi mempercepat penanganan Pandemi Covid-19 membuat regulasi dengan mengeluarkan peraturan Wali Kota Bekasi Nomor 22 Tahun 2020 Tentang Pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar Dalam Penanganan Wabah Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) Di Kota Bekasi, Peraturan Daerah Kota Bekasi Nomor 15 Tahun 2020 tentang Adaptasi tatanan Hidup Baru dalam Penangan Wabah Corona Virus Disease 2019
(Covid-19), Peraturan Wali Kota Bekasi Nomor 45 Tahun 2021 Tentang Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat Darurat Corona Virus Disease 2019 Di Kota Bekasi.
Peraturan mengenai Kekarantinaan Kesehatan pemerintah memiliki tanggung jawab telah diatur dalam Undang-Undang untuk menjamin kesejahteraan masyarakat dalam pelaksanaan Karantina Wilayah, pemerintah pusat berwenang mengatur mengenai Kekarantinaan wilayah dan dapat melibatkan Pemerintah Daerah dalam pelaksanaan kekarantinaan kesehatan, selama karantina wilayah pemerintah juga memiliki hak dan kewajiban yang telah diatur didalam Undang-Undang.
Metode penelitian dalam penulisan jurnal ini adalah metode pendekatan yuridis normatif. Secara ringkas kesimpulan dari hasil pembahasan adalah tanggungjawab pemerintahan dalam pelaksanaan penanganan pandemi Covid-19 mengeluarkan kebijakan Karantina Kesehatan, pemerintah wajib menangani dampak sosial dan ekonomi dari penyebaran Corona Virus Disease (Covid-19).
Kata Kunci : Covid-19, Penanganan Pandemi Covid-19; Kekarantinaan Kesehatan
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pandemi merupakan suatu istilah yang digunakan ketika suatu wabah atau virus
telah menyebar secara global. Itu artinya tidak terbatas pada satu negara saja tapi sudah mendunia. Wabah atau virus corona telah menyebabkan kerugian nyata dikalangan masyarakat dunia. Kerugian ini juga dialami oleh Indonesia, bahkan ada yang sakit dan meninggal akibat virus corona tersebut. Pemerintah sebagai salah satu unsur yang paling berperan telah melakukan
berbagai cara agar percepatan penanganan kasus COVID-19 bisa diatasi.
Pada masa awal penyebarannya, pemerintah mulai memperketat pintu masuk ke Indonesia di
banyak titik seperti bandar udara dan pelabuhan serta menyiapkan fasilitas kesehatan. Namun Indonesia masih dianggap lemah dalam pengetesan tes COVID-19, bahkan bisa dikatakan terendah di dunia. Berdasarkan data statistik withdometers per 8 April 2020, Indonesia baru melakukan tes terhadap 14.354 warga. Data itu menunjukkan bahwa hanya 52 orang yang telah menjalani tes Corona dari setiap 1 juta warga negara Indonesia.
Jumlah ini tentunya sangat timpang dengan total populasi jumlah penduduk Indonesia yang mencapai 270 juta jiwa. Dengan kata lain upaya yang dilakukan pemerintah untuk menangani virus COVID-19 ini dirasa belum cukup baik, terbukti dariterus bertambahnya angka kasus positif penderita COVID-19 dan jumlah kematian.
Keadaan yang semakin genting yang disebabkan oleh COVID-19 saat ini,
tentunya membuat khalayak menuntut dan mendesak pemerintah untuk bertindak lebih
tegas, cepat, dan tanggap dalam upaya penanggulangan. Pemerintah dituntut serius
untuk menangangi virus COVID-19 di Indonesia dan menghentikan segala informasi simpang siur yang bertebaran di masyarakat. Pemerintah juga harus mampu memastikan transparansi dan akuntabilitas kebijakan yang dikeluarkan, baik oleh pemerintah pusat maupun daerah, serta koordinasi yang sejalan di antara keduanya. Dalam hal ini pemerintah juga perlu melibatkan masyarakat dalam pencegahan dan penanggulangan penyebaran virus COVID-19 melalui berbagai cara dan upaya, salah satunya bisa melalui penyuluhan dan edukasi publik agar semua kalangan bisa ikut andil dalam upaya percepatan penanganan pandemic COVID-19.
Dengan melihat pertimbangan kegentingan yang terjadi saat ini, percepatan
penanganan COVID-19 harus segera dilakukan sehingga PSBB juga harus segera
dilakukan. Berdasarkan UU No. 6 Tahun 2018 tentang karantina kesehatan, terdapat
beberapa pilihan yang dapat diambil, Seperti halnya PSBB, Karantinan bisa dilakukan
melalui karantina wilayah, karantina rumah, atau karantina rumah sakit. Kemudian kita
juga bisa melakukan karantina terhadap pembatasan untuk mengatur ulang jalur orang, barang, dan transportasi agar distribusi berjalan lancar dan aman. Pembatasan–
pembatasan yang dijelaskan dalam peraturan PSBB seperti yang tertera di Peraturan
Nomor 21 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar dalam rangka
percepatan penanganan COVID-19 dalam pasal 4, PSBB paling sedikit meliputi
peliburan sekolah dan tempat kerja, pembatasan kegiatan keagamaan, pembataan kegiatan di tempat dan fasilitas umum. Tentunya hal tersebut membuat aktivitas dan mobilitas masyarakat khususnya Jakarta menjadi terhambat dan mengganggu fungsi social individu dan keluarga itu sendiri.
Salah satu regulasi yang relevan di tengah pandemik Covid-19 ini adalah UndangUndang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular, namun dalam UndangUndang ini tidak mengenal istilah social distancing atau Pembatasan sosial, dalam aturan ini hanya mengenal istilah upaya penanggulangan wabah. Dalam Pasal 14 ayat (1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 Tentang Wabah
Penyakit Menular, mengancam mereka yang dengan sengaja menghalangi penanggulangan wabah dengan ancaman pidana penjara selama-lamanya 1 Tahun
dan/atau denda setinggi-tingginya Rp.1.000.000;. Regulasi lain yang juga relevan dengan keadaan ini adalah Undang-Undang
Nomor 6 Tahun 2018 Tentang Kekarantinaan Kesehatan, dalam regulasi ini juga tidak
mengenal istilah Social Distancing tetapi yang dikenal adalah istilah Pembatasan Sosial
Berskala Besar (PSBB), pada intinya PSBB ini adalah pembatasan kegiatan tertentu
penduduk dalam suatu wilayah yang tujuan nya mencegah penyebaran penyakit
menular.
Dalam Pasal 93 Undang Undang Nomor 6 Tentang Kekarantinaan Wilayah
menyebutkan bahwa setiap orang yang tidak mematuhi penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan dan/atau menghalang-halangi penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan
sehingga menyebabkan kedaruratan kesehatan masyarakat diancam dengan pidana penjara paling lama 1 Tahun dan/atau denda paling banyak Rp.100.000.000;.
Secara hukum, sudah menguatkan argumentasi bahwa PSBB yang di buat oleh
pemerintah haruslah dilaksanakan oleh masyarakat tanpa terkecuali, sesuai dengan
aturan yang diberlakukan, dan penerapan ini juga haruslah didukung oleh kekuatan
penegakan hukum yang tegas agar tidak terjadi hal hal yang diluar dugaan pemerintah.
Hal tersebut juga sesuai dengan Teori Penegakan Hukum Menurut Soerjono
Soekanto, yang mengatakan bahwa penegakan hukum adalah kegiatan menyerasikan hubungan nilai-nilai yang terjabarkan dalam kaidah-kaidah mantap dan sikap tindak sebagai rangkaian penjabaran nilai tahap akhir. Untuk menciptakan, memelihara dan mempertahankan kedamaian pergaulan hidup. Soerjono Soekanto menggunakan tolak ukur efektivitas dalam penegakan hukum salah satunya adalah Faktor Hukum Hukum berfungsi untuk keadilan, kepastian dan kemanfaatan. Dalam praktik penyelenggaraan hukum di lapangan ada kalanya terjadi pertentangan antara kepastian hukum dan keadilan. Kepastian Hukum sifatnya konkret berwujud nyata, sedangkan keadilan bersifat abstrak sehingga ketika seseorang hakim memutuskan suatu perkara secara penerapan undang-undang saja maka ada kalanya nilai keadilan itu tidak tercapai. Maka ketika melihat suatu permasalahan mengenai hukum setidaknya keadilan menjadi prioritas utama. Karena hukum tidaklah semata-mata dilihat dari sudut hukum tertulis saja.
Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas maka penulis merasa tertarik untuk mengangkat
permasalahan ini dalam sebuah penelitian ilmiah ini dengan rumusan masalah sebagai
berikut:
1. Bagaimana pengaturan tanggung jawab pemerintah dalam penanganan pandemi
Covid-19 menurut UU No. 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan ?
2. Bagaimana bentuk tanggungjawab pemerintahan dalam pelaksanaan penanganan
pandemi Covid-19 di Kota Bekasi ?
3. Apa saja hambatan yang dihadapi dalam penanganan Covid-19 dalam masyarakat ?
Tujuan Penelitian
Dalam suatu kegiatan penelitian selalu mempunyai tujuan tertentu, dari penelitian
ini diharapkan dapat disajikan data yang akurat sehingga dapat memberi manfaat dan
mampu menyelesaikan masalah. Berpedoman dari hal tersebut, penelitian ini
mempunyai tujuan yaitu untuk menjawab masalah yang telah dirumuskan secara tegas
dalam rumusan masalah, yaitu:
1. Untuk mengetahui pengaturan tanggung jawab pemerintah dalam penanganan
pandemi Covid-19 menurut UU No. 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan;
2. Untuk mengetahui bentuk tanggungjawab pemerintahan dalam pelaksanaan
penanganan pandemi Covid-19 di Kota Bekasi;
3. Untuk mengetahui apa saja hambatan yang dihadapi dalam penanganan Covid-19
dalam masyarakat.
Metode Penelitian
Penelitian yang dilakukan dalam membahas masalah tersebut diatas menggunakan
metode penelitian yuridis normatif, yaitu penelitian kepustakaan berdasarkan data
pustaka dan norma-norma hukum tertulis dengan mengkaji penerapan atas kaidahkaidah atau norma-norma dalam hukum positif. penelitian yang dilakukan dalam hal ini
mengacu pada penerapan kaidah hukum,yang meliputi peraturan perundangundangan yang berlaku di masyarakat dan menjadi acuan perilaku setiap orang.
Norma hukum yang berlaku tersebut berupa norma hukum positif yang dibentuk
oleh lembaga yang berwenang,baik dalam bentuk undang-undang dasar, undangundang, peraturan pemerintah peraturan presiden,keputusan presiden dan lain
sebagainya,serta norma yang dibentuk oleh lembaga peradilan,dan lembaga
pemerintahan.
Penelitian ini dilakukan dengan melakukan pendekatan yuridis normatif yakni
penelitian yang difokuskan untuk mengkaji asas-asas hukum, kaidah-kaidah atau
norma-norma dalam hukum positif dalam tanggungjawab pemerintah dalam
penanganan Covid-19 lalu dikaitkan dengan Undang – Undang No 6 Tahun 2018
tentang Kekarantinaan Kesehatan.
Data yang diperoleh dan telah dikumpulkan penulis dalam penelitian
selanjutnya dideskripsikan secara rinci dan sistematis dalam bentuk laporan. Data
yang diperoleh penulis tersebut antara lain, yaitu data-data hasil daristudi dokumen atau
bahan pustaka.Dalam penelitian ini, data yang diperoleh penulis yaitu bahan-bahan
penelitian yang bersumber dari kepustakaan, seperti; buku-buku yang terkait, jurnaljurnal hukum, tulisan para ahli, berbagai macam peraturan perundang-undangan.
PEMBAHASAN
Hukum Administrasi Pemerintahan
Di dalam ilmu hukum, hukum administrasi pemerintahan termasuk dalam hukum
publik dan merupakan perpanjangan dari hukum tata negara. Pengertian administrasi
pemerintahan berdasarkan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi
Pemerintahan di dalam Pasal angka 1 : Administrasi Pemerintahan adalah tata laksana
dalam pengambilan keputusan dan/atau tindakan oleh badan dan/atau pejabat
pemerintahan. Open Heimer berpendapat bawha hukum adminsitrasi adalah sebagai
suatu gabungan ketentuan-ketentuan yang mengikat badan- badan yang tinggi maupun
rendah apabila badan itu menggunakan wewenang yang telah diberikan oleh hukum tata
negara. Sedangkan menurut Logemaan, hukum administrasi adalah seperangkat dari
norma- norma yang menguji hubungan hukum istimewa yang diadakan untuk
memungkinkan para pejabat administrasi melakukan tugas mereka yang khusus.4
Sistem penyelenggaraan pemerintahan negara merupakan unsur penting dalam
suatu negara. Oleh karena itu, maka tidak berlebihan apabila salah satu faktor penentu
krisis nasional dan berbagai persoalan yang melanda bangsa Indonesia bersumber dari
kelemahan di bidang manajemen pemerintahan, terutama birokrasi, yang tidak lagi mengindahkan prinsip-prinsip tata pemerintahan yang baik. Asas - asas umum
pemerintahan yang baik (Algemene Behoorlijk Van Bestuur/General Principle Of Good
Administration) merupakan jembatan antara norma hukum dan norma etika. Asas - asas
tersebut ada yang tertulis dan tidak tertulis. Asas ini sebagai perwujudan pemerintahan
yang baik, baik dari sistem dan pelaksanaan pemerintahan. Pada dasarnya dengan
adanya kewenangan bagi administrasi negara untuk bertindak secara bebas dalam
melaksanakan tugas-tugasnya maka ada kemungkinan bahwa administrasi negara
melakukan perbuatan yang menyimpang dari peraturan – peraturan yang berlaku
sehingga dapat merugikan masyarakat luas.
Oleh sebab itu, sangat perlu adanya asas–asas pemerintahan untuk membatasi dari
wewenang administrasi tersebut sehingga terhindar dari pelampauan wewenang. Dalam
perundangan-undangan formal kita yang tertulis sebagaimana yang tertuang dalam
sebuah naskah undang-undang. Di dalam undang-undang tersebut sudah mengatur
tentang asas-asas umum pemerintahan yang baik yaitu dalam Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan
Bebas dari Korupsi,Kolusi dan Nepotisme, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor
32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, dan Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara. Di dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi,Kolusi dan Nepotisme
Pasal 1 (6) yaitu Asas umum pemerintah, Asas Umum Pemerintahan Negara yang Baik
adalah asas yang menjunjung tinggi norma kesusilaan, kepatutan, dan norma hukum,
untuk mewujudkan Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi,
dan Nepotisme.
Perlindungan Hukum
Dengan hadirnya hukum dalam kehidupan bermasyarakat, berguna untuk mengintegrasikan dan mengkoordinasikan kepentingan-kepentingan yang biasa
bertentangan antara satu sama lain. Maka dari itu, hukum harus bisa mengintegrasikannya sehingga benturan-benturan kepentingan itu dapat ditekan
seminimal mungkin. Pengertian terminologi hukum dalam Bahasa Indonesia menurut KBBI adalah peraturan atau adat yang secara resmi dianggap mengikat, yang dikukuhkan oleh penguasa ataupun pemerintah, undang-undang, peraturan, dan sebagainya untuk
mengatur pergaulan hidup masyarakat, patokan atau kaidah tentang peristiwa alam
tertentu, keputusan atau pertimbangan yang ditetapkan oleh hakim dalam pengadilan,
atau vonis. Perlindungan hukum menurut Philipus M. Hadjon bahwa, perlindungan hukumselalu berkaitan dengan kekuasaan yang selalu menjadi perhatian, yakni kekuasaan pemerintah, permasalahan perlindungan hukum bagi rakyat (yang diperintah) terhadap perintah (yang memerintah). Dalam hubungan dengan kekuasaan ekonomi, permasalahan perlindungan hukum adalah perlindungan bagi si lemah (ekonomi)terhadap si kuat (ekonomi), misalnya perlindungan bagi penggarap tanah terhadap pemilik (tuan tanah). Menurut Satpjito Rahardjo perlindungan hukum adalah adanya upaya melindungi kepentingan seseorang dengan cara mengalokasikan suatu Hak Asasi Manusia kekuasaan kepadanya untuk bertindak dalam rangka kepentingannya tersebut. Pendapat mengenai pengertian untuk memahami arti hukum yang dinyatakan oleh O. Notohamidjojo, Hukum ialah keseluruhan peraturan yang tertulis dan tidak tertulis yang biasanya beersifat memaksa untuk kelakuan manusia dalam masyarakat negara serta antara negara yang berorientasi pada dua asas, yaitu keadilan dan daya guna, demi tata dan damai dalam masyrakat.8
Dari beberapa definisi yang telah di kemukakan dan di tulis oleh para ahli hukum,
yang pada dasarnya memberikan suatu batasan yang hampir bersamaan, yaitu bahwa
hukum itu memuat peraturan tingkah laku manusia.
Pertanggungjawaban Pemerintah
Setiap orang yang berbuat tidak baik kepada orang lain, termasuk perbuatan tidak
baik yang dilakukan oleh pemerintah haruslah dipertanggung jawabkan secara hukum
maupun secara politik. Apabila, tanggung tersebut masuk ke dalam ranah hukum, maka
tanggung jawab pemerintah seperti itu disebut sebagai tanggung jawab hukum.
Selanjutnya bahwa setiap penggunaan kewenangan itu didalamnya terkandung
pertanggung jawaban, namun demikian harus pula dikemukakan tentang cara-cara
memperoleh dan menjalankan kewenangan. Sebab tidak semua pejabat tata usaha
negara yang menjalankan kewenangan pemerintahan itu secara otomatis memikul
tanggung jawab hukum. Badan atau pejabat tata usaha negara yang melakukan tindakan
atas dasar kewenangan yang diperoleh secara atribusi dan delegasi adalah sebagai pihak yang memikul pertanggung jawaban hukum, sedangkan badan atau pejabat tata usaha negara yang melaksanakan tugas dan pekerjaan atas dasar mandate bukanlah pihak yang memikul tanggung jawab hukum, yang memikul tanggung jawab adalah pemberi
mandate (mandans).
Penanganan Pandemi Covid-19
Penyebaran virus dan penambahan korban yang begitu cepat telah menjadi fokus
seluruh lapisan masyarakat dan pemerintah Indonesia. Pemerintah menggalakkan
pembatasan sosial dan isolasi mandiri, melakukan tes massal atau rapid test untuk
mencegah penyebaran. Pemerintah melalui Gugus Tugas COVID-19 juga menyusun
pedoman pencegahan dan pengendalian Coronavirus Disease. Disebutkan bahwa
langkah-langkah pencegahan COVID 19 di masyarakat meliputi (1) melakukan cuci
tangan menggunakan sabun dengan air mengalir; (2) mengkonsumsi makanan dengan gizi yang seimbang; (3) memakai masker yang benar; (4) terapkan etika batuk dan bersin ; (5) menjaga jarak (minimal 1 meter) dari orang yang mengalami gejala
gangguan pernapasan (Kemenkes RI, 2020).9
Pasien yang baik mengidap virus corona COVID-19 di Indonesia masih terus
bertambah, artinya penyebaran virus terus terjadi meskipun pemerintah telah
menjalankan berbagai upaya termasuk protokol pencegahan. Menurut juru bicara
penanganan kasus COVID-19 Achmad Yurianto10 dalam konferensi pers di Graha
BNPB, Jakarta, Kamis 26 Maret 2020, kunci penting dari mencegah penularan Covid-
19 adalah menjaga jarak dan mencuci tangan. Pelaksanaan sosial dan physical
distancing sebagai salah satu upaya pencegahan Covid-19 dinilai banyak pihak belum optimal. Hal tersebut terlihat basih banyaknya masyarakat yang berkerumun disejumlah tempat terutama fasilitas umum, serperti angkutan umum, halte, pasar, mall hingga rumah makan dan kafe. Bahkan masyarakat juga masih ada yang menyelenggarakan acara yang mengundang banyak orang seperti pesta pernikahan hingga kegiatan ibadah. Masyarakat juga masih banyak yang tidak patuh untuk menggunakna masker terutama jika berada di luar rumah apalagi di tempat umum. Hal tersebut tentu saja sangat mengkhawatirkan untuk penyebaran virus corona.
Beberapa upaya lain yang di galakkan pemerintah yaitu dengan menerapkan
Karantina Wilayah atau PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) yang di terapkan di
berbagai wilayah yang secara masif terpapar pandemi Covid-19.
Tanggung Jawab Pemerintahan dalam Penanganan Pandemi Covid-19 Menurut
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 Tentang Kekarantinaan Kesehatan
Sistem penyelenggaraan pemerintahan negara merupakan unsur penting dalam
suatu negara. Oleh karena itu, maka tidak berlebihan apabila salah satu faktor penentu
krisis nasional dan berbagai persoalan yang melanda bangsa Indonesia bersumber dari
kelemahan di bidang manajemen pemerintahan, terutama birokrasi, yang tidak lagi mengindahkan prinsip-prinsip tata pemerintahan yang baik. Asas - asas umum pemerintahan yang baik (Algemene Behoorlijk Van Bestuur/General Principle Of Good Administration) merupakan jembatan antara norma hukum dan norma etika. Asas - asas tersebut ada yang tertulis dan tidak tertulis. Asas ini sebagai perwujudan pemerintahan yang baik, baik dari sistem dan pelaksanaan
pemerintahan. Pada dasarnya dengan adanya kewenangan bagi administrasi negara
untuk bertindak secara bebas dalam melaksanakan tugas-tugasnya maka ada
kemungkinan bahwa administrasi negara melakukan perbuatan yang menyimpang dari
peraturan – peraturan yang berlaku sehingga dapat merugikan masyarakat luas.
Oleh sebab itu, sangat perlu adanya asas–asas pemerintahan untuk membatasi dari
wewenang administrasi tersebut sehingga terhindar dari pelampauan wewenang. Dalam
perundangan-undangan formal kita yang tertulis sebagaimana yang tertuang dalam
sebuah naskah undang-undang. Di dalam undang-undang tersebut sudah mengatur
tentang asas-asas umum pemerintahan yang baik yaitu dalam Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan
Bebas dari Korupsi,Kolusi dan Nepotisme, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor
32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, dan Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara.
Di dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 1999 tentang
Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi,Kolusi dan Nepotisme
Pasal 1 (6) yaitu Asas umum pemerintah, Asas Umum Pemerintahan Negara yang Baik
adalah asas yang menjunjung tinggi norma kesusilaan, kepatutan, dan norma hukum,
untuk mewujudkan Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi,
dan Nepotisme.
Pemerintah memiliki tanggung jawab yaitu melayani masyarakat, fungsi dari
pelayanan terhadap masyarakat di Indonesia yaitu mewujudkan kesejahteraan sosial,
pendidikan, kesehatan, pekerjaan, ialah amanat Pancasila dan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945, disamping tuntutan hak-hak asasi manusia atau memenuhi the rights to receive warga negara. Kewajiban pemerintah dalam
memeberikan pelayanan umum (bestuurszorg) berakibat pada pemerintah yang harus terlibat aktif dalam kehidupan warga negara (staatsbemoeienis).
Pandemi Covid-19 adalah suatu wabah penyakit yang menimbulkan kedaruratan
kesehatan. Menurut Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 Tentang Kekarantinaan
Kesehatan dalam Pasal 1 ayat (2):
“Kedaruratan Kesehatan Masyarakat adalah kejadian kesehatan masyarakat yang
bersifat luar biasa dengan ditandai penyebaran penyakit menular dan/atau kejadian yang disebabkan oleh radiasi nuklir, pencemaran biologi, kontaminasi kimia, bioterorisme, dan pangan yang menimbulkan bahaya kesehatan dan berpotensi menyebar lintas wilayah atau lintas negara.”
Tanggung jawab pemerintah dalam upaya penanganan Covid-19 dalam
menghadapi pandemi tersebut, akhirnya pemerintah menerbitkan satu paket aturan
sebagai legitimasi formil penanganan COVID-19, yakni Keputusan Presiden Nomor 11
Tahun 2020 Tentang Penetapan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat (selanjutnya
disebut dengan KEPPRES Kedaruratan Kesehatan), Peraturan Pemerintah Nomor 21
Tahun 2020 Tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar Dalam Rangka Percepatan
Penanganan Covid 19 (selanjutnya disebut dengan PP PSBB) yang sebenarnya menjadi
tindak lanjut dari Pasal rumusan 15 Ayat (2) dan Pasal 56 Undang-Undang Nomor 6
Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan (selanjutnya disebut dengan UU
Kekarantinaan Kesehatan), dan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara Dan Stabilitas Sistem
Keuangan Negara Untuk Penanganan Pandemi Covid 19 dan/atau Dalam Rangka
Menghadapi Ancaman Yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau
Stabilitas Sistem Keuangan (Selanjutnya disebut dengan PERPPU Nomor 1 Tahun
2020). Tentu, terbitnya ketiga peraturan tersebut memberikan implikasi, salah satunya
PP PSBB yang memberikan legitimasi atas opsi yang dipilih oleh pemerintah untuk
memutus penyebaran COVID-19, yaitu opsi Pembatasan Sosial Berskala Besar.
Opsi PSBB tentu menimbulkan konsekuensi kepada pemerintah, yaitu tanggung
jawab pemerintah atau negara kepada masyarakat dalam masa pandemi COVID-19.
Tanggung jawab negara terhadap masyarakat dalam pandemi COVID-19 sudah sangat
menjadi penting, mengingat bahwa rakyat merupakan “pemilik” atas kedaulatan
tertinggi di Indonesia (Pasal 1 Ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945). Maknanya, segala aspek kekuasan pemerintah berasal dari
rakyat. Hal ini menunjukkan bahwa rakyat memiliki posisi yang prinsipil dan sentral
dalam keberlangsungan jalannya pemerintahan suatu negara. Negara merupakan “alat” dari masyarakat untuk mencapai harapan bangsa.
Konstruksi berpikir demikian sehendaknya juga berlaku dalam kebijakan PSBB.
Tanggung jawab moral dan hukum kepada masyarakat masih berada dalam pundak
pemerintah. Meski pada saat pandemi COVID-19, negara wajib setia menjalankan
aktivitas berbangsa dan bernegara dengan pertimbangan nurani dan nilai-nilai moral
yang tumbuh dan berkembang di masyarkat guna mewujudkan cita-cita hukum yaitu
Pancasila.
Tanggungjawab Pemerintah Kota Bekasi dalam penanganan Pandemi Covid-19
Kegiatan yang berhubungan dengan penyelenggaraan pemerintahan pusat di
daerah, tentu saja sangat ditunjang oleh kebijakan yang diambil oleh pemerintahan daerah. Sebagaimana yang disebutkan pada Pasal 9 Undang-Undang Nomor 23 Tahun
2014 tentang Pemerintah Daerah mengenai klasifikasi urusan pemerintahan,
diantaranya: Ayat (1), Urusan pemerintahan terdiri atas urusan pemerintahan absolut,
urusan pemerintahan konkuren, dan urusan pemerintahan umum; Ayat (2), Urusan
pemerintahan absolut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah urusan pemerintahan
yang sepenuhnya menjadi kewenangan Pemerintah Pusat; Ayat (3), Urusan
pemerinntahan konkuren sebagaimana disebut pada ayat (1) adalah urusan
pemerintahan yang dibagi antara Pemerintah Pusat dan Provinsi dan Kabupaten/Kota;
Ayat (4), Urusan pemerintahan konkuren yang diserahkan kepada daerah menjadi dasar
pelaksanaan otonomi daerah; Ayat (5), Urusan pemerintahan umum sebagaimana
dimaksud ayat (1) adalah urusan pemerintahan yang menjadi Kewenangan Presiden sebagai kepala pemerintahan.
Dalam bentuk tanggungjawab Pemerintah Menangani Pandemi Covid-19,
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah Kota Bekasi bertanggung jawab terhadap
ketersediaan sumber daya yang diperlukan dalam penyelenggaraan Kekarantinaan
Kesehatan. Dalam menyelenggarakan Kekarantinaan Kesehatan Pemerintahan Pusat dapat melibatkan Pemerintahan Daerah Kota Bekasi. Pemerintahan Daerah Kota bekasi bertanggng jawab melindungi kesehatan dan/atau faktor resiko penyebaran Pandemi Covid-19 yang dapat berpotensi mnimbulkan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat melalui penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan. Pemerintah Kota Bekasi dalam mempercepat penanganan Pandemi Covid-19 membuat regulasi dengan mengeluarkan peraturan Wali Kota Bekasi Nomor 22 Tahun 2020 Tentang Pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar Dalam Penanganan Wabah Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) Di Kota Bekasi.
Dalam Pasal 19, Peraturan Walikota Bekasi Nomor 22 Tahun 2020 Tentang Pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar Dalam Penanganan Wabah Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) Di Kota Bekasi, ., selama pemberlakuan PSBB setiap penduduk di Kota Bekasi memmpunyai hak yang sama untuk memperoleh perlakuan dan pelayanan dari Pemerintah Kota Bekasi. Dalam penerapan PSBB turunan dari pada Kekarantinaan Kesehatan penduduk Kota Bekasi berhak mendapatkan Pelayanan Kesehatan dasar sesusai kebutuhan medis penanganan Pandemi Covid-19. Dalam Pasal 21
1) Pemerintah Kota Bekasi dapat memberikan bantuan sosial kepada penduduk rentan
yang terdampak dalam memenuhi kebutuhan pokok selama pelaksanaan PSBB.
2) Bantuan sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dalam bentuk bahan
pokok dan/atau bantuan langsung lainnya yang mekanisme penyalurannya sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
3) Penetapan penerimaan bantuan sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
ditetapkan dengan Keputusan Wali Kota.
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah bertanggungjawab melindungi
kesehatan masyarakat dari penyakit dan/atau Faktor Risiko Kesehatan Masyarakat yang
berpotensi menimbulkan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat melalui penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan. Dalam hal tersebut Pemerintah Kota Bekasi dengan Pemerintah Pusat sama-sama memiliki kewenangan serta bertanggungjawab untuk melindungi kesehatan masyarakat dari Wabah Virus Corona yang saat ini melanda dunia dan khususnya Indonesia. Dalam upaya tanggung jawab Pemerintah Kota Bekasi dalam penanganan pandemi Covid-19 Pemerintah Kota Bekasi menerbitkan Peraturan Daerah Kota Bekasi Nomor 15 Tahun 2020 tentang Adaptasi tatanan Hidup Baru dalam Penangan Wabah Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) dalam pasal 1.
Tujuan dalam penerbitan Peraturan Daerah Kota Bekasi Nomor 15 Tahun 2020
tentang Adaptasi tatanan Hidup Baru dalam Penangan Wabah Corona Virus Disease
2019 (Covid-19) dalam pasal 3
“Peraturan Daerah ini bertujuan untuk :
a. membatasi kegiatan tertentu dan pergerakan orang dan/atau barang dalam
menekan penyebaran Corona Virus Disease (COVID-19);
b. meningkatkan antisipasi perkembangan ekskalasi penyebaran Corona Virus
Disease (COVID-19);
c. memperkuat upaya penanganan kesehatan akibat Corona Virus Disease
(COVID-19); dan
d. menangani dampak sosial dan ekonomi dari penyebaran Corona Virus Disease
(COVID-19).”
Pasal 17 ayat (1)
“Pemerintah Kota Bekasi melakukan upaya peningkatan penanganan kesehatan
melalui:
a. pelaksanaan surveilans dan penilaian resiko penularan COVID-19 dari tingkat
rukun warga sampai dengan tingkat kota;
b. penyediaan dukungan tenaga kesehatan dan tenaga penunjang kesehatan;
c. penyediaan perangkat pelindung bagi pencegahan COVID-19 untuk tenaga
Kesehatan dan tenaga penunjang kesehatan;
d. penyediaan sarana, prasarana, obat, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai
bagi penanganan kasus COVID-19;
e. penyediaan sarana tempat Isolasi Mandiri/Karantina Mandiri dan pemberian
pelayanan kesehatan bagi pasien yang terkena COVID-19;
f. peningkatan tata kelola pemeriksaan COVID-19;
g. penelusuran Kontak Erat dengan pasien yang berstatus konfirmasi positif
COVID-19;
h. Penyediaan dukungan psikososial bagi pasien dan masyarakat; dan
i. Penyediaan sarana dan prasaran bagi korban meninggal akibat COVID- 19”.14
Dan berbagai tanggung jawab Pemerintah Kota dalam masa pandemi diatur jelas
dalam Peraturan Daerah Kota Bekasi Nomor 15 Tahun 2020 tentang Adaptasi tatanan
Hidup Baru dalam Penangan Wabah Corona Virus Disease 2019 (Covid-19).
Hambatan yang dihadapi dalam penanganan Covid-19 dalam masyarakat Kota
Bekasi
Pandemi Covid-19 adalah sebuah masalah Kesehatan yang dapat menimbulkan
Kedaruratan Kesehatan, Pandemi Covid-19 sangat berdampak bagi seluruh masyarakat
dunia khususnya Indonesia. Hadirnya Pandemi COVID-19 telah membawa perubahan terhadap dunia dengan berbagai tantangan yang tidak pernah terbayangkan sebelumnya. Di Indonesia, COVID-19 telah menjangkiti lebih dari 1,3 juta orang sejak kasus pertama diumumkan pada bulan Maret 2020, setidaknya 35.000 orang telah meninggal dunia. Namun, upaya untuk menghambat penyebaran virus COVID-19 telah menghambat kegiatan perekonomian dan dampaknya terhadap tingkat kesejahteraan sosial semakin dirasakan masyarakat. Setelah menunjukkan pencapaian penurunan kemiskinan beberapa Tahun belakangan ini, tingkat kemiskinan kembali meningkat setelah pandemi COVID-19. Satu dari sepuluh orang di Indonesia hari ini hidup di bawah garis kemiskinan nasional. Tingkat kemiskinan anak juga dapat meningkat secara signifikan. Dampak negatif terhadap keadaan sosial-ekonomi dari pandemi bisa menjadi jauh lebih buruk tanpa adanya bantuan sosial dari pemerintah.
Dengan adanya Pandemi Covid-19 ini, terdapat beberapa hambatan yang
berpengaruh dalam percepatan penanganan Pandemi Covid-19, Salah satu kendala yang
kerap ditemui Satgas Penanganan Covid-19 yaitu penolakan masyarakat terutama dalam
upaya pelacakan kontak erat.15
Adapun beberapa faktor yang menjadi hambatan pemerintah Kota Bekasi dalam
menangani pandemi Covid-19 dan pelaksana karantina wilayah adalah dengan
perbendaan pendapat dalam pandemi dan antara masyarakat yang masih mudah
termakan dalam berita-berita yang belum meiliki kepastian dalam pandemi covid 19
sehingga pamerintah juga memiliki hambatan dalam penangan dan tidak sedikit juga
pejabat pemerintah yang kurang paham dalam menangani permasalahan dan juga
kurangnya sosisalisai mengenai bahaya dari Covid 19 dan sosisalisasi dari ada
kebijakan karantina wilayah jika terjadi suatu wabah yang mengancam kesehatan. Dan
hambatan lainya berupa ketidak patuhan masyarakat terhadap aturan yang telah dibuat
mengenai pandemi ini.
Roscoe Pound dengan teorinya yaitu Law as a tool of social engineering atau Hukum adalah alat untuk memperbaharui atau merekayasa masyarakat. dalam istilah ini hukum diharapkan dapat berperan merubah nilai-nilai sosial dalam masyarakat. Sedangkan menurut pendapat Mochtar Kusumaatmadja, konsepsi hukum sebagai sarana pembaharuan masyarakat Indonesia lebih luas jangkauan dan ruang lingkupnya,
alasannya oleh karena lebih menonjolnya perundang-undangan dalam proses
pembaharuan hukum di Indonesia (walau yurisprudensi memegang peranan pula) dan
ditolaknya aplikasi mekanisme daripada konsepsi tersebut yang digambarkan akan
mengakibatkan hasil yang sama daripada penerapan faham legisme yang banyak
ditentang di Indonesia. Selain itu, implikasi dari dampak pandemi Covid-19 ini yaitu terjadinya perlambatan pertumbuhan ekonomi nasional, adanya penurunan dari penerimaan negara, serta terjadi peningkatan belanja negara dan dari segi pembiayaannya sehingga diperlukan berbagai upaya dari pemerintah baik itu pusat maupun daerah untuk berupaya lebih keras dalam melakukan tindakan penyelamatan kesehatan serta untuk
penyelamatan perekonomian nasional dengan difokuskan pada upaya belanja untuk
kesehatan, jaringan pengaman nasional serta pemulihan perekonomian termasuk untuk
dunia usaha dan masyarakat yang terdampak oleh pandemi Covid-19 ini.
PENUTUP
Berdasarkan uraian bab-bab yang telah dikemukakan sebelumnya maka dapat
ditarik kesimpulan sebagai jawaban terhadap permasalahan dalam penelitian ini
sebagai berikut :
1. Pengaturan tanggung jawab pemerintah dalam penanganan pandemi Covid-19 di
Pemerintah Kota Bekasi Pelaksanaan PSBB Peraturan Wali Kota Bekasi Nomor 38
Tahun 2020 Tentang Perubahan Keempat Atas Peraturan Wali Kota Bekasi Nomor
22 Tahun 2020 Tentang Pemberlakuan Pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala
Besar Dalam Penanganan Wabah Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) Di Kota
Bekasi, pemerintah pusat berwenang penuh mengatur mengenai Kekarantinaan
wilayah dan dapat melibatkan Pemerintah Daerah dalam pelaksanaan kekarantinaan
kesehatan, selama dalam karantina wilayah penmerintah juga memiliki hak dan
kewajiban yang telah diatur didalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Karantina Kesehatan.
2. Bentuk tanggungjawab pemerintahan dalam pelaksanaan penanganan pandemi
Covid-19 di Kota Bekasi Kegiatan yang berhubungan dengan penyelenggaraan
pemerintahan pusat di daerah, tentu saja sangat ditunjang oleh kebijakan yang
diambil oleh pemerintahan daerah Dalam upaya tanggung jawab Pemerintah Kota
Bekasi dalam penanganan pandemi Covid-19 Pemerintah Kota Bekasi menerbitkan
Peraturan Daerah Kota Bekasi Nomor 15 Tahun 2020 tentang Adaptasi tatanan
Hidup Baru dalam Penangan Wabah Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) dalam
pasal 1 Tujuan dalam penerbitan Peraturan Daerah Kota Bekasi Nomor 15 Tahun
2020 tentang Adaptasi tatanan Hidup Baru dalam Penangan Wabah Corona Virus
Disease 2019 (Covid-19) dalam Pasal 3.
3. Adapun beberapa faktor yang menjadi hambatan pemerintah Kota Bekasi dalam
menangani pandemi Covid-19 dan pelaksana karantina wilayah adalah dengan
perbendaan pendapat dalam pandemi dan antara masyarakat yang masih mudah
termakan dalam berita-berita yang belum meiliki kepastian dalam pandemi Covid
19 sehingga pamerintah juga memiliki hambatan dalam penangan dan tidak sedikit
juga pejabat pemerintah yang kurang paham dalam menangani permasalahan dan
juga kurangnya sosisalisai mengenai bahaya dari Covid 19 dan sosisalisasi dari ada
kebijakan karantina wilayah jika terjadi suatu wabah yang mengancam kesehatan.
Dan hambatan lainya berupa ketidak patuhan masyarakat terhadap aturan yang telah dibuat mengenai pandemi ini, proses pembaharuan hukum di Indonesia(walau yurisprudensi memegang peranan pula) dan ditolaknya aplikasi mekanisme dari pada konsepsi tersebut yang digambarkan akan mengakibatkan hasil yang sama daripada penerapan faham legisme yang banyak ditentang di Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
A.Buku
Soerjono Soekanto, Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, Jakarta: UI
Pres,1983.
Yudhi Setiawan, et al, Hukum Administrasi Pemerintahan, Depok: Penerbit PT. Raja
Grafindo Persada, 2017.
Asri Wijayanti, Hukum Ketenagakerjaan Pasca Reformasi, Jakarta. SinarGrafika,2009.
Satjipro Rahardjo, Sisi-Sisi Lain dari Hukum di Indonesia, Jakarta: Kompas, 2003.
Syamsul Arifin, Pengantar Hukum Indonesia, Medan:Medan area University
Press,2012.
Mochtar Kusumaatmadja, Hukum, Masyarakat, dan Pembangunan, Bandung:
Binacipta, 2005.
Nurmayani, Hukum Administrasi Daerah. (Bandar Lampung: Universitas Lampung,
2009).
Philipus M. Hadjon, Tentang Wewenang, Yuridika, Nomor 5 & 6 Tahun XII, Sep-Des
1997.
R. Soeroso, Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta : Sinar Grafika, 1993)
Ridwan HR, Hukum Admistrasi Negara edisi Revisi, Jakarta, PT . RajaGrafindo
Persada.
B. Artikel Jurnal
Jurnal, “Tanggung Jawab Negara dalam masa pandemi”. Fradhana Putra Disantara,
Fakultas Ilmu Sosial dan Hukum, Universitas Negeri Surabaya, JL. Ketintang,
Ketintang, Kec. Gayungan, Kota SBY, Jawa Timur, http://e-jurnal.stihpm.ac.id/index.php/cendekeahukum/article/download/262/212 .
Jurnal, Dalimana Telaumbanua, “Urgensi Pembentukan Aturan Terkait Pencegahan
Covid-19 di Indonesia”. Qalamuna: Jurnal Pendidikan, Sosial, dan Agama, 2020.
Mei Susanto, Teguh Tresna Puja Asmara, “Ekonomi versus Hak Asasi Manusia dalam
Penanganan Covid-19: Dikotomi atau Harmonisasi”, Jurnal HAM, 2020
Muhammad Beni Kurniawan, “Penggunaan Diskresi dalam Pemberian Status
Kewarganegaraan Indonesia terhadap Archandra Thahar ditinjau dari Asas
Pemerintahan yang Baik”. Jurnal Penelitian Hukum De Jure, 2018.
Pembatasan Perjalanan selama Penyebaran Virus Covid-19 menurut Hukum
Internasional dan Hukum Indonesia”. Jurnal HAM, 2021.
C. Perundang-Undangan
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 Tentang Kekarantinaan Kesehatan
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan
Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi,Kolusi dan Nepotisme
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata
Usaha Negara.
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah
Peraturan Daerah Kota Bekasi Nomor 15 Tahun 2020 tentang Adaptasi tatanan Hidup
Baru dalam Penangan Wabah Corona Virus Disease 2019 (Covid-19).
D. Internet
Anonim, “Data Per 8 April 2020: 2.956 Orang di Indonesia Positif Corona COVID-19”,
https://liputan6.com, diakses tanggal 3 Agustus 2021.
Anonim, https://katadata.co.id, diakses Rabu 8 Agustus 2021, Pukul 11:58 WIB.
Anonim, “Kunci Pencegahan Penularan Covid-19”, https://nasional.kompas.com,
diakses Minggu 5 Agustus 2021, Pukul 20:15 WIB.
Editior: H.R