KABARMASA.COM, YOGYAKARTA - OLEH Dr Andry Wibowo Sik MH MSi, Dalam era politik praktis dan populis sering banyak orang di dalam kehidupan
melakukan pemisahan antara nilai-nilai agama (religiusitas ) dan nilai nilai
kebangsaannya (nasionalitas).
Tidak
sedikit yang menjadikan relasi keduanya sebagai relasi konfliktual yang dikenal
dengan konflik identitas.
Padahal,
jika melihat jauh kebelakang dan melakukan assesment terhadap perjalanan
peradaban dunia , nilai- nilai agama ( religiusitas ) dan nilai- nilai
kebangsaan ( nasionalitas ) terjadi proses asosiatif yakni saling melengkapi
dan saling memperkuat jati diri suatu bangsa.
Hal
ini terbukti dalam peta evolusi bangsa bangsa di dunia melalui pengecekan
antropologis, sosiologis , historis maupun secara administratif serta politis
dan konstitutif .
Secara
antropoligis misalnya, peradaban di dunia berproses secara evolutif melalui
tahapan tahapan tertentu dimulai dengan penciptaan bumi dan makluk hidup yang
melengkapinya terus berevolusi mengikuti perjalanan waktu sampai dengan saat
ini dan ke depan.
Evolusi
bumi juga meninggalkan jejak sejarah bagaimana interaksi manusia dengan manusia
lainnya serta perubahan landscape dunia yang menghasilkan jejak- jejak
kelompok= kelompok manusia yang hidup di dalam populasi tertentu , wilayah
tertentu , ciri- ciri diri tertentu. dan pola hidup tertentu sampai dengan
proses migrasi manusia antar benua yang memungkinkan terjadi pencampuran jati
diri manusia yang semakin hari semakin kompleks.
Hal
ini menunjukkan bahwa entitas kelompok yang tumbuh dan berkembang dari
komunitas terbatas sampai dengan suatu bangsa yang lebih kompleks ikatan dan
identitas sosialnya yang semuanya memerlukan norma hidup sebagai ajaran dan
perilaku sosial dalam memelihara harmoni dan keteraturan kehidupan.
Secara
konstitutifpun dapat kita lihat, prinsip dan isi konstitusi negara memuat
banyak gagasan tentang kehidupan bersama yang merupakan hasil interprestasi
dari kondisi antropologis, historis, dan sosiologis yang bergerak dari kondisi
natural sampai dengan kondisi yang telah mengalami proses percampuran identitas
yang kompleks bahkan percampuran dengan dunia baru dunia yang di pengaruhi oleh
perkembangan teknologi informasi.
Dapat
dikatakan bahwa perilaku kehidupan dipengaruhi oleh faktor alam, pengetahuan,
budaya , agama , sejarah dan perkembangan teknologi informasi .
Dalam
konteks pengaruh keagamaan dalam ciri dan karakter kebangsaan bangsa bangsa di
dunia meskipun memiliki penerimaan dan kesadaran yang sifat tentang asosiatif
nilai- nilai keagamaan dalam ciri dan karakter kebangsaannya namun diwujudkan
dalam wujud yang berbeda .
Ada
bangsa yang menyatakan secara eksplisit religiositas dalam bentuk negara
seperti Republik Islam Iran yang kita kenal sebagai kutub pengembangan penganut
islam bermazab syah.
Namun
juga ada negara lain yang tidak menyatakan secara eksplisit religiositasnya
pada bentuk negara meskipun negara dan bangsa tersebut merupakan pusat
kelahiran dan penyebaran Islam pertama yaitu Kerajaan Arab Saudi namun dalam
prakteknya keduanya memiliki ciri dan karakter yang identik.
Begitupun
banyak negara dan bangsa lain meskipun tidak melakukan strukturisasi
religiositas dalam identitas negara dan bangsanya , namun dalam prakteknya
negara dan bangsa ini mengakomodasi secara asosiatif nilai-nilai religiositas
dalam fundamental nilai- nilai yang menjadi norma panduan dalam kehidupan
bernegara, berbangsa, dan bermasyarakat seiring dengan kondisi natural
geografis alamiahnya, perkembangan pengetahuan, tradisi, dan budaya, sejarah,
serta dimensi pengaruh teknologi informasi.
Hal
itu bisa kita amati pada bangsa yang kondisi populasi dan identitas populasinya
sangat multi identitas dan multi kultural seperti United States Of America yang
memuat kalimat “ In God With Trust “ atau Republik Indonesia yang memuat
Ketuhanan Yang Maha Esa dalam Pancasila.
Bangsa
dan negara ini menyadari sepenuhnya bahwa suatu bangsa merupakan suatu ikatan
biologis, sejarah , kultural , religius, dan identitas lain yang kompleks yang
tidak dimungkinkan diikat dengan paradigma kehidupan berbangsa dan bernegara
yang homogen atas dasar agama tertentu atau budaya tertentu , tetapi diikat
oleh satu nilai nasional yang mampu menyatukan perbedaan dan melahirkan ciri
dan karakter nasional yang hidup bersama dalam harmoni dan keteraturan
kehidupan.
Lebih
dalam lagi jika kita sepakat bahwa konsep religiositas adalah berhubungan
dengan muatan muatan konsep kebaikan Tuhan seperti melindungi , memberikan
kehidupan yang baik dan mengadili , maka tidak ada satu pun bangsa di dunia
yang tidak memasukan nilai nilai Ketuhanan ini pada konstitusi atau undang
undang positif lainnya yang menjadi turunanan dari konstitusi.
Apa yang kemudian menjadi
masalah dalam perjalanan peradaban adalah historisitas konflik antar bangsa
yang juga di dalamnya melekat simbol simbol faksi atau kelompok keagamaan yang
melekat pada kelompok bangsa yang berkonflik yang tidak sedikit memanipulasi
konsep mendasar dari religiositas yaitu peradaban yang dioperasionalisasikan
dengan nilai-nilai karakter yang terpuji dan mulia.
Pada
realitas perjalanan peradaban umat manusia , hampir di seluruh wilayah dunia
tidak ada satu pun bangsa yang tidak mengalami suatu konflik dalam berbagai
skala dan spektrum maupun dalam konteks kelompok yang bertikai dari skala kecil
dalam spektrum terbatas maupun dalam skala besar dalam spektrum tidak terbatas
.
Konflik
konflik tersebut telah melahirkan memori kelam konflik antara kelompok dengan
identitasnya dan penghambat dari terciptanya dunia yang harmoni dan terus berevolusi
dari satu generasi ke generasi berikutnya.
Pada
kenyataannya dalam dunia yang semakin terbuka dan terhubung, sejarah konflik
tersebut masih diajarkan dan ruang ruang keagamaan di banyak negara termasuk di
dalam NKRI .
Hal
ini secara langsung sejarah konflik antar kelompok agama menjadi permasalahan
dalam peradaban di banyak tempat yang menghalangi cita cita luhur populasi umum
umat manusia untuk hidup harmoni sekaligus menjadi salah sumber konflik antara
konsep religiositas dan konsep nasionalisme.
Indonesia
sebagai negara besar dari sisi populasi, kompleks dari aspek multi identitas
dan hidup tersebar di dalam wilayah geografis yang luas dari Pulau Miangas
sampai dengan Pulau Rote , dari Sabang sampai Merauke telah memiliki Pancasila
sebagai ciri dan karakter kebangsaan yang di dalamnya menempatkan nilai nilai
Ketuhanan YME sebagai dasar perilaku kehidupan nasional.
Ini
merupakan wujud konkret bahwa nilai- nilai religiositas secara konstitutif
menjadi bagian asosiatif pada nilai nilai kebangsaan Indonesia.
Sebagai
nilai dasar dan utama sebagai ideolgis negara , Kesaktian Pancasila pada
realitas membutuhkan upaya terus menerus untuk di operasionalkan dan ditegakkan
oleh segenap warga bangsa termasuk di dalamnya untuk tidak lagi
mempertentangkan nilai- nilai religiositas dengan nilai- nilai Pancasila.
Pancasila
Sakti , Indonesia Bersatu, Beradab, dan Berkemajuan.
Yogyakarta
, 1 Oktober 2022