KABARMASA.COM, JAKARTA - Brigjen Polisi Dr Andry Wibowo Sik MH Msi, Saya Belajar Pertama Kali Tentang Kemanusiaan Ketika Saya Dikenalkan Oleh Guru Guru Sekolah Dasar Saya Tentang Pancasila , Ideologi Negara Kesatuan Republik Indonesia Yang Di Rumuskan Oleh Para Pendiri NKRI Bung Karno Dkk , Yang Kemudian Di Tetapkan Dalam Pembukaan Konstitusi NKRI.
Persoalan kemanusiaan dalam dasar negara tersebut berbunyi “ Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab “ yang dalam implementasi sebagai warga negara wajib menghargai manusia lain apapun latar belakang suku, agama , ras dan golongan dimana setiap warga negara wajib menghargai kemanusiaan orang lain sesuai hukum dan undang undang.
Pelajaran kedua tentunya saya dapatkan di akademi kepolisian yang memberikan saya pelajaran dan dokrin kepolisian untuk menghargai kemanusiaaan dan menolong mereka yang lemah .
Konsep dasar kemanusiaan itu pun kemudian saya dapatkan dalam nilai nilai yang saya pelajari dari agama dan budaya jawa maupun budaya yang ada dalam kehidupan natural bangsa Indonesia yang memuat dengan tata laku budaya dan tata laku agama yang saling melengkapi sebagai pedoman kehidupan.
Dalam perjalanan kemudian , saya mendapatkan kesempatan bertugas di daerah yang mengalami konflik dan perang di dalam dan luar negeri yang meninggalkan jejak tentang kematian; kehancuran suatu kota ; kehilangan harta benda dan hak untuk hidup dalam aman dan damai maupun hilangnya generasi keluarga .
Selain daerah perang dan konflik , perjalanan tugas wilayah multikultural dan kosmopolitan yang tidak terlepas dari perkelahian antar kelompok atas dasar identitas agama dan ethis termasuk peristiwa kejahatan atau bencana alam dan bencana mekanis yang beririsan dengan persoalan persoalan kemanusiaan seperti pembunuhan , perkosaan , penjualan organ manusia, bencana alam yang merengut nyawa manusia dan harta benda .
Hal ini juga memberikan gambaran spektrum persoalan kemanusiaan lain yang sejatinya terjadi di dalam dalam lingkungan sosial kita yang menjadi objek kesibukan aparat pemerintah , aparat hukum , aparat keamanan maupun komunitas masyarakat.
Peristiwa peristiwa itu tentunya sangat relevan dengan persoalan kemanusiaan yang kita diskusikan dan bahkan telah didiskusikan oleh banyak orang sejak ratusan tahun yang lalu , untuk memahami kemanusiaan dan masalah masalah kemanusiaan yang menjadi ancaman ancaman bagi kehidupan manusia dan peradaban .
Namun Jika kita kaitkan dengan thema pada hari ini , tentunya pengalaman saya bertugas sebagai bagian dari gugus tugas kepolisian international dibawah payung PBB di Bosnia Herzegovina ( Former Yugoslavia ) Tahun 1998-1999; Bagian dari Tri Partiet Monitoring Team Perjanjian Gencatan Senjata Antara Pemerintah Republik Indonesia Dan Gerakan Aceh Merdeka Di Aceh Dibawah Fasilitasi Hendry Dunand Centre Finlandia Tahun 2002-2003 Serta Penanganan Gerakan Terorisme Di Poso Sulteng 2011-2012 memberikan saya gambaran makna kemanusiaan yang berbeda dan tidak linear dengan doktrin dan pengetahuan awal saya tentang makna dan praktek kemanusiaan itu sendiri.
Termasuk pada tulisan ini , mengharuskan saya berfikir mendalam untuk memastikan bahwa pandangan saya tentang kemanusiaan dalam konteks perang dan konflik relatif bisa memberikan gambaran tentang realita yang kompleks atau multi intepretatif tentang konsep kemanusiaan dan memberikan suatu konklusi dan rekomendasi yang rasional dan progresif.
Dalam ruang perang dan konflik misalnya Membunuh atau melakukan tindakan anti kemanusiaan terhadap lawan lawannya adalah suatu prestasi dan kehormatan dengan segala narasi pembenaran yang para pelakunya kemudian dalam sejarah para aktor yang melakukan kekerasan eksesive dan struktural tidak sedikit dinyatakan sebagai pahlawan yang dianugerahi medali kehormatan dan akan dikenanang dalam sejarah sebagai pejuang khususnya bagi pihak yang memenangkan peperangan.
Sebaliknya disisi lain bagi pihak yang kalah , urusan kematian dari suatu perang menyebabkan seseorang atau negara mengalami penderitaan yang kemudian dinyatakan sebagai musuh kemanusiaan dengan label penjahat perang yang harus menerima sangsi hukuman dan sangsi sosial yang dikucilkan dari komunitas pergaulan dan tidak sedikit dinyatakan dalam sejarah sebagai penjahat kemanusiaan.
Apa yang menjadi pengalaman yang tergambar dari peristiwa di Bosnia , Aceh dan Poso tersebut kemudian pada realitanya merupakan pengulangan dari perjalanan dan sejarah konflik yang ada dalam perjalanan peradaban dunia.
Peristiwa Kolonialisme , World War I dan World War II termasuk dalam perang melawan terorisme dan konflik konflik berbasis identitas kelompok di dunia tentunya menjadi dokumen realita sejarah kita bagaimana kemanusiaan itu di konsepkan dan dinteprestasikan secara berbeda dari banyak pihak yang berada pada ruang konflik yang bersifat multi inteprestasi dan multi practices.
Didalam pergulatan konseptual untuk memahami pengalaman tersebut diatas sekaligus menjawab persoalan thema diskusi pada hari ini , akhirnya saya mendapatkan jawaban yang mendekati apa yang dipikirkan oleh saya tentang kemanusiaan dalam relasinya dengan perang dan konflik , sebagai jawaban dari pertanyaan standar dari suatu proses mendalam , Why ?
Dalam buku yang ditulis oleh yuah noval harari tentang homo sapiens saudara yuvah noah harari menyatakan bahwa “ semua humanis adalah penyembah kemanusiaan namun mereka tidak sepekat mengenai definisinya “. Para penyembah humanisme terpecah menjadi 3 ( tiga ) sekte sbb :
1. Sekte Humanisme Liberal : Kemanusiaan bersifat indiviualistik dan bersemayam di dalam setiap individu manusia. Dengan Perintah tertinggi adalah melindungi inti dan kebebasan setiap individu
2. Sekte humanisme sosialis : Kemanusiaan bersifat kolektif dan bersemayam di dalam spesies manusia secara keseluruhan.Dengan perintah tertinggi adalah melindungi kesetaraan spesies homo sapiens.
3. Sekte humanisme evolusioner : kemanusiaan adalah spesies yang bisa bermutasi dimana manusia bisa terdegredasi menjadi sub manusia ataupun berevolusi menjadi adi manusia. Dengan perintah tertinggi adalah melindungi umat manusia dari degenarasi menjadi sub manusia dan mendorong evolusi menjadi adimanusia.
Dalam penjelasannya lebih lanjut sekte humanisme liberal dan sekte humanisme sosialis dibangun di atas landasan landasan mononteistik , dimana kita mengenal gagasan bahwa semua manusia adalah setara termasuk semua jiwa setara dihadapan Tuhan.
Bagaimana kemudian dengan penganut sekte humanisme evolusioner yang sangat dipahami dan dioperasionalkan oleh para pengagum NAZI . Para penganut humanisme evolusioner percaya bahwa umat manusia bukanlah sesuatu yang universal dan kekal , melainkan spesies yang dapat berubah , baik berevolusi ataupun berdegenerasi . Manusia bisa berevolusi menjadi adimanusia atau berdegenerasi menjadi sub manusia .
Pada prakteknya Kemudian Konsep Humanisme Evolusioner ini juga merangsang terjadinya peperangan atas nama superioritas ras arya atas ras ras lainnya yang dianggap lebih rendah dari ras arya sebagai salah satu ras manusia yang berpotensi menjadi adi manusia.
Sekaligus menunjukkan kepada kita bahwa perbedaan inteprestasi dari sekte sekte humanisme tersebut juga menghasilkan perang dan peristiwa kemanusiaan , dimana Hitler dan Nazinya meyakini bahwa konsep humanisme evolisioener adalah konsep kemanusiaan yang paling tepat dibandingkan dengan konsep humanisme liberal dan sosial.
Pada perjalanannya pasca perang dunia ke II yang diwarnai dengan peristiwa kemanusiaan di eropa dan dijatuhkannya Bom atom di hiroshima dan nagazaki , dunia yang telah dalam waktu lama mengalami banyak peristiwa akibat kolonialisme dan perang antar bangsa bersepakat untuk menghentikan perang dan membangun dunia baru dengan sistem hukum internasional termasuk hukum humaniter yang tujuannya membangun dunia baru yang menegakkan hukum hukum kemanusiaan yang bersifat liberal dan sosial yang diatur dalam rumusan rumusan hukum internasional yang menurut saya merupakan kelahiran sekte baru dari humanisme yaitu humanisme legalistic yaitu yang mengatur tentang tata laku kemanusiaan dalam keadaan damai maupun perang dalam suatu norma international .
Namun demikian kelahiran sekte baru humanisme legalistik atau lahirnya rezim hukum internasional dan keberadaan suprastruktur dan infrastruktur hukumnya tidak juga mampu mencegah perang dan konflik serta bencana kemanusiaan lain , sebagaimana terjadi di afganistan , iraq dan syria dimana Amerika Serikat dan Sekutunya terlibat di dalammya atau pada konteks lain perang Rusia dan Ukraina di Eropa yang sejati nya menjadi pusat perspektif hukum hak azasi kemanusiaan tumbuh dan berkembang atau di kawasan asia dan africa yang realitanya melahirkan perdebatan tentang benar dan salah dari perspektif kemanusiaan.
Demikian pula persoalan kemanusiaan dan peradaban di banyak bangsa dan negara menghadapi persoalan dalam negeri dengan adanya perang dan konflik akibat gerakan separatisme, terorisme dan konflik komunal atar kelompok yang kalau kita dalami jargon jargon mereka tidak terlepas dari konsep humanisme liberal tentang hak
individu ; humanisme sosial tentang hak kelompok dan humanisme evolusioner tentang konsep adi manusia, sebagai verifikasi bahwa konsep dan aktualisasi kemanusiaan dipahami dan dipraktekan dalam banyak wajah yang melahirkan perdebatan yang tidak pernah usai.
Sebagai penutup , konsep kemanusiaan sejatinya merupakan konsep yang multi inteprestasi dan di praktekkan dalam banyak ragam. Meskipun kemanusiaan sebagai konsep kodrati yang bersifat natural yang melekat pada setiap individu manusia namun evolusi peradaban manusia melahirkan konsep konsep turunan tentang makna dan hakekat kemanusiaan sebagai konsekuensi dari relasi antar manusia yang dipengaruhi oleh faktot yang kompleks yang melahirkan konsep dan aktualisasi kemanusiaan yang konfliktual.
Konsep humanisme legalistik yang ada dalam sistem hukum internasional adalah konsep yang disusun dan dibuat untuk menjembatani konfliktual diantara 3 ( tiga ) sekte konsep humanisme yang ada dalam perjalanan peradaban manusia .
Meskipun pada realitasnya konsep humanisme legalistik belum sepenuhnya mampu mencegah perang dan konfilk , setikdaknya konsep humanisme legalistik menjadi satu satunya norma yang menjaga banyak negara , bangsa , komunitas dan individu dari persoalan persoalan kemanusiaan yang lebih luas .
Yogyakarta , September 2022