KABARMASA.COM, JAKARTA - Pemerintah resmi mengalihkan subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) yang berimbas pada kenaikan sejumlah harga BBM.
“Ini adalah pilihan terakhir pemerintah yaitu mengalihkan subsidi BBM sehingga harga beberapa jenis bbm yang selama ini mendapat subsidi akan mengalami penyesuaian,” ujar Presiden Joko Widodo dalam konferensi pers, sabtu (3/9/2022).
Jokowi mengatakan, pengalihan subsidi BBM tersebut sebagian akan dialihkan untuk bantuan yang lebih tepat sasaran.
Ia menyebut selama ini lebih dari 70 persen subsidi justru dinikmati masyarakat mampu yakni pemilik mobil pribadi.
Dengan adanya pengalihan subsidi BBM ke bantuan tersebut maka nantinya akan ada sejumlah bantuan yang didapatkan masyarakat.
Di antaranya adalah bantuan langsung tunai (BLT) yang diberikan kepada keluarga kurang mampu sebesar Rp 150.000 selama 4 bulan, bantuan untuk pekerja bergaji di bawah Rp 3,5 juta, dan bantuan yang akan diberikan kepada ojek online maupun angkutan umum.
Meski demikian, pengalihan subsidi BBM ke BLT BBM ini menimbulkan banyak pertanyaan di masyarakat, apakah pemberian BLT lebih baik dibandingkan menyubsidi BBM sehingga bisa mempertahankan harga BBM tetap terjangkau.
“Pengalihan subsidi yg biasanya berupa BLT, Apakah setara dengan dampak domino kenaikan BBM yaitu naiknya semua kebutuhan pokok, karna BBM sendiri adalah salah satu komponen utama produksi dalam sebuah industri. BBM naik, semua akan ikut naik,” ujar salah satu akun di media sosial Twitter.
Lantas lebih baik manakah antara memberikan BLT BBM atau memberikan subsidi BBM sehingga harga BBM tak mengalami kenaikan?
Pendapat ahli
Terkait hal tersebut kami menghubungi ekonom sekaligus Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira.
Saat dihubungi, Bhima menjelaskan bahwa menurutnya, lebih baik subsidi BBM yang ditambahkan daripada dialihkan ke bantuan sosial (bansos).
“Lebih baik subsidi BBM ditambah dibanding dialihkan ke bansos,” ujar Bhima ketika dihubungi, Minggu (4/9/2022).
Ia menilai, kenaikan harga BBM subsidi saat ini dilakukan di waktu yang tidak tepat, terutama untuk jenis Pertalite.
Menurutnya masyarakat belum siap menghadapi kenaikan harga Pertalite menjadi Rp 10.000 per liter.
Baca juga: Jual BBM Murah, Ini Daftar Lokasi SPBU Vivo
“Dampaknya Indonesia bisa terancam stagflasi, yakni naiknya inflasi yang signifikan yang tidak dibarengi dengan kesempatan kerja,” ungkapnya.
Ia mengatakan bahwa BBM bukanlah sekedar harga energi dan spesifik biaya transportasi kendaraan pribadi yang naik, namun menurutnya juga menyebabkan semua sektor terdampak.
Seperti misalnya harga pengiriman bahan pangan akan naik, padahal di saat bersamaan pelaku sektor pertanian tengah mengeluh biaya input produksi mahal, terutama pupuk.
Sedangkan bansos, menurutnya hanya akan melindungi orang miskin dalam waktu 4 bulan saja.
Hal ini tidak akan cukup dalam mengkompensasi efek kenaikan harga BBM.
Apalagi menurutnya data orang “rentan miskin” akan sangat mungkin tidak tercakup dalam BLT BBM karena adanya penambahan orang miskin paska kebijakan BBM subsidi naik.
“Pemerintah perlu mempersiapkan efek berantai naiknya jumlah orang miskin baru dalam waktu dekat,” ucapnya.
Kenaikan harga Pertamax
Kenaikan harga merupakan mekanisme tidak kreatif
Ia menyebut, menaikkan harga BBM merupakan mekanisme yang paling tidak kreatif.
Hal ini karena alih-alih melakukan pembatasan pengguna Solar yang selama ini dinikmati industri skala besar, pemerintah justru mengambil langkah menaikkan harga BBM.
Ia menilai, dampak dari kenaikan BBM ini akan dirasakan baik masyarakat yang memiliki kendaraan maupun yang tak punya kendaraan.
“Karena BBM ini kebutuhan mendasar, ketika harganya naik maka pengusaha di sektor industri pakaian jadi, makanan minuman, hingga logistik semuanya akan terdampak,” kata dia.
Ia mengkhawatirkan pelaku usaha yang saat ini masih dalam fase pemulihan akibat pandemi Covid-19 akan berisiko melakukan PHK massal.
“Sekarang realistis saja, biaya produksi naik, biaya operasional naik, permintaan turun ya harus potong biaya biaya. Ekspansi sektor usaha bisa macet” ungkapnya.
Ancaman inflasi
Selain itu, ia mengatakan inflasi bahan makanan saat ini masih tercatat tinggi pada bulan Agustus yakni 8,55 persen year on year.
Ia memperkirakan inflasi pangan akan kembali tinggi hingga menyentuh 10 persen per tahun September ini akibat kenaikan BBM yang terjadi.
Adapun inflasi umum menurutnya bisa tembus ke level 7 hingga 7,5 persen hingga akhir tahun dan memicu kenaikan suku bunga secara agresif.
"Konsumen ibaratnya akan jatuh tertimpa tangga berkali-kali, belum sembuh pendapatan dari pandemi, kini sudah dihadapkan pada naiknya biaya hidup dan suku bunga pinjaman," pungkasnya.