KABARMASA.COM, SAMARINDA - Habis gelap terbitlah terang. Tepatnya pada hari ini 21 April masyarakat Indonesia kembali memperingati hari kartini. Kartini: 7 huruf, 1 kata dan merupakan salah satu tokoh perempuan ternama di Indonesia yang memiliki nama asli Raden Ajeng Djojo Adiningrat yang lahir di Jepara Jawa Tengah tepatnya pada tanggal 21 April 1879. Beliau dikenal sebagai salah satu pahlawan paling fenomenal di Indonesia. Bagaimana tidak, semasa hidupnya Kartini memang tidak pernah mengangkat senjata untuk menentang Belanda. Namun, namanya harum disejajarkan dengan para pahlawan kemerdekaan dalam buku-buku sejarah Indonesia. Hal ini dikarenakan inspirasi dan pemikiran yang beliau wariskan kepada para perempuan Indonesia.
Lantas bagaimana dengan perempuan masa kini yang harus bisa memperjuangkan cita-cita Kartini, yaitu berjuang menghilangkan system feodalisme dan patriarki yang hingga sekarang masih melekat di tengah masyarakat. Sebab kesadaran perempuan bahwa bisa merdeka dalam berpikir dan bertindak masih kurang. Padahal secara kuantitas, perempuan di ranah publik semakin banyak namun rasa percaya diri perempuan untuk berargumentasi dan menyuarakan diri di hadapan publik masih kurang. Sehingga belum memiliki pengetahuan yang cukup untuk mengatakan bahwa perempuan berada di publik karena perempuan memang diperlukan.
Peran perempuan di ranah publik justru memperkuat dampak kebaikan. Anggapan bahwa perempuan dan laki-laki ibarat matahari dan bulan yang harus beredar di orbit masing-masing, laki-laki di ranah publik dan perempuan di ranah domestik adalah kurang tepat. Bahwasanya Amar ma’ruf nahi munkar harus dikerjakan bersama-sama. Artinya, baik laki-laki dan perempuan bersama-sama harus mengurus urusan publik maupun domestik. Kemudian minimnya peran perempuan di ranah publik salah satunya adalah maraknya terjadi kejahatan seksual di ranah publik. Bagaimana tidak, catatan tahunan komnas perempuan 2020 mencatat 431.471 kasus kejahatan terhadap perempuan yang dilaporkan dan ditangani sepanjang tahun 2019 yang besarnya naik 6% dari tahun sebelumnya (406.178 kasus). Pada tahun lalu ranah public tercatat 24% atau 3.602 kasus. Dari 3.062 kasus kejahatan terhadap perempuan diranah publik tercatat 58% merupakan kejahatan seksual. Melihat catatan peningkatan kasus kejahatan membuat prihatin, namun angka tersebut belum menggambarkan jumlah kasus yang sesungguhnya ada di masyarakat karena sangat banyak kejahatan yang terjadi tidak dilaporkan.
Di Kalimantan Timur sendiri merupakan salah satu penyumbang besar angka kasus kejahatan perempuan. Dikutip dari pendataan aplikasi simfoni hanya dalam kurun waktu delapan bulan pada 2020, tercatat 262 kasus kejahatan perempuan dan anak di Kaltim, 112 diantaranya kasus kejahatan itu adalah kasus kejahatan seksual. Kota Samarinda adalah Kota di Kalimantan Timur yang paling banyak terdapat kasus kejahatan terhadap perempuan. Salah satu masalah yang menjadi sorotan saat ini adalah mengenai rasa aman dan nyaman perempuan di Samarinda. Hingga saat ini Kota Samarinda belum memberikan rasa aman dan nyaman bagi perempuan. Terbuktinya dengan kasus kekerasan terhadap perempuan yang semakin meningkat.
Beberapa kebijakan dibuat oleh pemerintah baik di tingkat pusat maupun daerah seperti UU No 23 Tahun 2004 tentang penghapusan kekerasan dalam Rumah Tangga, UU No 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan UU No 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Kebijakan tersebut dibuat untuk memberi perlindungan, rasa aman dan meminimalisir kasus-kasus kejahatan terhadap perempuan dan anak. Hal ini menunjukkan bahwa perlindungan perempuan dan anak merupakan tanggungjawab seluruh lapisan masyarakat. Oleh karena itu perlu usaha bersama agar kejahatan terhadap perempuan dan anak berkurang, bahkan tak ada lagi. Salah satunya adalah menguatkan peran keluarga dalam proses pendidikan dan tumbuh kembang anak.
Hidup Rakyat Indonesia!
Hidup Perempuan Indonesia!