LQ INDONESIA LAWFIRM ANGKAT ANAK ASUH, BERIKAN BEASISWA KEPADA 3 ANAK POLISI YANG MENINGGAL KARENA COVID-19
Kongres Nasional PERMAHI IX Akan Di Gelar Tatap Muka
Muhamad Yasin Sekjend GIE : Ironi Pendidikan Indonesia Akademisi yang hilang arah
KABARMASA.COM, JAKARTA - Pendidikan adalah salah satu faktor penentu majunya sebuah bangsa, semakin baik kualitasnya maka semakin mudah negara tersebut mencapai kesejahteraan. Seperti yang dicita-citakan para pendiri bangsa dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar yakni mencerdaskan kehidupan bangsa. Melalui pendidikan, diharapkan seseorang dapat memperdalam suatu ilmu dan menerapkannya pada masyarakat.
Hanif Dhakiri saat menjabat Menteri Ketenagakerjaan menyebutkan pada tahun 2017, hanya 37% saja angaktan kerja yang bekerja sesuai dengan urusan pendidikan yang ditekuni. Sehingga sekitar 63% sisanya mengalami mismatch antara pekerjaan dan pendidikan.
Masalah tersebut berdampak pada suatu bidang yang dikerjakan bukan oleh ahli dibidangnya. Selain itu terdapat sektor sektor tertentu yang justru ditinggalkan oleh para akademisnya sehingga tidak adanya perkembangan berarti pada sektor tersebut.
Salah satu sektor yang terdampak pada fenomena mismatch ini adalah sektor pertanian. Tingginya alumni jurusan pertanian, tidak sebanding dengan dampak yang diberikan. Tercatat pada sensus pertanian 2013, menunjukan bahwa patani muda yang berusia dibawah 35 tahun hanya sebesar 12,87%, tidak sebanding dengan kelompok usia tani lainnya. Petani usia menengah (35-54 tahun) tercatat sebanyak 54,37%, dan petani usia lanjut dengan usia diatas 54 tahun sebesar 32,76%.
Kondisi pertanian tersebut, sempat dibahas oleh presiden Joko Widodo pada acara Dies Natalis ke-54 IPB bahwa lulusan IPB tidak banyak yang turun menjadi petani, padahal Indonesia membutuhkan tenaga mereka untuk memajukan sektor pertanian Indonesia.
Jika kondisi tersebut terus dibiarkan, maka tidak adanya regenerasi untuk menjadi petani karena sedikitnya pemuda yang menggantikan para petani dari kelompok usia lanjut. Selain masalah bibit, pupuk, dan cuaca yang sering mengakibatkan gagal panen, permasalahan usia petani pun menjadi persoalan yang menhantui sektor pertanian Indonesia.
Muhamad Yasin, selaku Sekretaris Jenderal Generasi muda Indonesia Emas, berpendapat bahwa perlunya optimalisasi akademisi khususnya para lulusan pertanian, seluruh stakeholder, dan seluruh masyarakat khususnya para kaum muda untuk saling bahu membahu mengembangkan pertanian sebagai salah satu sektor utama bangsa ini.
“Sebagai negara agraris, pertanian adalah tulang punggung kehidupan bangsa ini, cita-cita swasembada pangan dan menjadikan Indonesia sebagai lumbung pangan dunia pada 2045 hanya akan dicapai jika regenerasi petani muda itu terlaksana. Sehingga para petani dengan usia lanjut dapat tergantikan dengan sumber daya manusia yang telah dipersiapkan.” ujarnya
Moqoyyidil Asrori President FAM : Pemuda Era Milenial
Merupakan hak masyarakat untuk terlibat dalam seluruh proses berdesa sebagai wujud dari pengakuan atas rekognisi dan subsidiaritas desa dalam melaksanakan kewenangan berdasarkan hak asal usul dan kewenangan lokal berskala desa. Mengutip ungkapan Sekretaris Jenderal, Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi, Anwar Sanusi, “Pemuda itu memiliki pemikiran, tenaga yang besar, semangat, dan kreatifitas untuk bergerak dalam pembangunan di desa.
Jika pemuda dapat diberdayakan secara maksimal di 74.910 desa, saya yakin itu akan memberi dampak signifikan. Pemuda menyimpan potensi besar untuk memimpin pembangunan di Desa. Mereka dapat menjadi kunci keberlanjutan pembangunan dengan pemikiran-pemikiran zaman old.
Aktivitas pemuda saat ini, sangat dekat dengan kecepatan informasi dan perkembangan teknologi. Hal tersebut diyakini menjadi modal besar bagi para pemuda untuk tidak lagi tutup mata terhadap pembangunan di desanya.
Selain itu lahirnya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa pun menjadi dasar bahwa kini desa adalah subjek pembangunan itu sendiri.
Kegiatan dan kelembagaan kepemudaan desa pun bisa menjadi media yang efektif untuk berkumpul, saling berbagi inspirasi, dan membuat kreatifitas, tentunya sambil nongki.
Dalam rangka menjadi pegiat desa pemuda harus mampu membangun sinergi,bekerja sama, hal itu tidaklah mudah karena akan membutuhkan komitmen dan konsisten terhadap komitmen itu sendiri.
Kepercayaan diri dari masyarakat desa pun harus terus ditingkatkan. Jangan malu jadi orang desa, karena tanpa desa, masyarakat kota tidak bisa apa-apa. Mari kita sedikit merenungi penggalan lagu Ibu Pertiwi"Hutan gunung sawah lautan simpanan kekayaan. “Pertanyaannya sekarang adalah, dimanakah simpanan kekayaan itu? Ya di Desa.
Oleh sebab itu jangan minder jadi orang Desa dengan keunikannya sendiri. Peran aktif pemuda dalam membangun Desa. Peran pemuda adalah memperdalam ilmu dan pulang kembali ke desa untuk menyampaikannya ke masyarakat. Mengingt pemuda sebagai Agent of change dan Agen Controlng tantangan dalam proses pembangunan desa kdepannya sngat di perlukan pemuda dalam mengawasi serta mengontrol kebijakan maupun pembangunan yang dilaksanakan oleh pemerintah desa.
Karena selain pemuda memiliki idealisme tinggi, juga tidak banyak memiliki kepentingan terselubung dalam melakukan aktivitasnya. Maka dari itu sya berharap dengan adanya tulisan ini pemuda dapat ikut sadar dan berperan dalam suatu pembanguan desa kedepanya.
Mulai dari proses Perencanaan, penganggaran, pelaksanaan pelaporan, dan pertanggung jawaban.
#penulis:Moqoyyidil Asrori (ye2t) President FAM Front Aksi Mahasiswa.
Gelar “Literasi kopi Indie”, GEMILANG Ajak Pemuda Optimalkan Peluang Bisnis Kopi di Banyuwangi
KABARMASA.COM, Banyuwangi, Jawa Timur – Sekelompok pemuda yang tergabung dalam Gerakan Millenial Cemerlang (GEMILANG) menggelar serangkaian kegiatan diskusi dan pelatihan bertajuk Literasi kopi Indie. Kegiatan tersebut digelar pada Minggu (1/3/2021) di Kampung Adat Batara, Papring, Banyuwangi. Melalui media workshop dan focus group discussion (FGD), GEMILANG mengajak masyarakat, terutama kaum millenial, untuk melirik kopi sebagai komoditas lokal yang harus diberdayakan secara maksimal.
Narasumber
yang hadir pada acara GEMILANG, (dari kiri ke kanan) Achmad Fikri Fitrananda
inisiator GEMILANG BWI, Widi Nurmahmudy founder Kampoeng Adat Batara,
Abdurrahman ketua Pokdarwis Gombengsari, Novian Dharma Putra owner Mocca
Coffee. (Foto: Istimewa)
“Literasi tak lain adalah kemampuan seseorang untuk memahami persoalan yang dihadapinya secara komprehensif. Ini penting, agar pemuda di Banyuwangi tidak sekadar menjadi objek dari trend budaya ngopi itu sendiri. Melainkan harus berani ambil bagian didalamnya,” ujar Fikri Fitrananda yang bertindak sebagai inisiator GEMILANG Banyuwangi.
Wakil Gubernur Jawa Timur, Dr. Emil Elestianto Dardak M.Sc, meresmikan pembukaan acara GEMILANG melalui zoom meeting. (Foto: Istimewa)
Acara dibuka secara simbolis oleh Dr. Emil Elistianto Dardak M.Sc, melalui sambungan daring zoom meeting. Wakil Gubernur Jawa Timur tersebut menyampaikan pentingnya peran pemuda dalam membangun keberdayaan masyarakat berbasis potensi lokal di daerah. “Sekarang sudah saatnya pemuda yang berada di luar daerah metropolitan untuk unjuk gigi. Buktikan bahwa pemuda di daerah tidak hanya terampil, tetapi juga mentas,” ujarnya.
Menariknya,
peserta yang mengikuti kegiatan tersebut berasal dari berbagai elemen
masyarakat, organisasi, serta komunitas pemuda lokal. Diantaranya, Kampung
Papring Kreatif (KPK), Kelompok Sadar Wisata (POKDARWIS) Gombengsari, dan
Komunitas Pecinta Kopi. Peserta
sangat antusias mengikuti workshop
kopi kekinian yang dipandu langsung oleh owner moca coffee, Novian Dharma putra. Barista kawakan tersebut tidak
ragu untuk membagikan ilmu seputar olahan kopi yang dimilikinya.
Novian Dharma P, owner mocca coffee memberikan pelatihan pengolahan kopi kepada peserta wokshop Literasi Kopi Indie. (Foto: Istimewa)
Dalam acara tersebut, GEMILANG juga berkesempatan mengundanghadirkan Abdurrahman, ketua POKDARWIS Gombengsari, yang merupakan salah satu kelompok percontohan berskala regional Kabupaten Banyuwangi. Melalui paparannya, Abdurrahman mengungkapkan peran penting pemuda dalam mengolah potensi pertanian kopi menjadi salah satu segmen pariwisata yang menjanjikan. “Bahwa kopi, tidak hanya bisa dinikmati sebagai produk pertanian berupa olahan. Tetapi juga menjadi role model di kalangan anak muda. Ini membuktikan adanya peluang link and match antara segmen pertanian dengan pariwisata. Kita harus ambil momen itu,” tuturnya.
Sementara itu, Widi Nurmahmudy selaku founder Kampung Adat Batara menyambut baik adanya GEMILANG yang diinisiasi di kabupaten Banyuwangi. Ia menuturkan bahwa penyelenggaraan acara tersebut sangat berdampak positif terhadap pola pikir anak muda agar lebih pro aktif dalam merespon tuntutan zaman. “Acara ini membuka mata kita semua bahwa pemuda bisa menjadi petani, pengusaha, dan pebisnis kopi sekaligus. Ini merupakan kabar baik, ditengah isu rendahnya harga jual kopi yang akhir-akhir ini tengah merebak,” pungkasnya.
Mahasiswa Untirta Tewas dengan Luka Silet dan dan Lebam Usai Kegiatan Mapala 10 Hari
Sarlin Wagola Mahasiswa UMJ: Presiden Izin Investasi Miras, Dimana Moralitas Religius Pemimpin Bangsa
KABARMASA.COM, JAKARTA – Baru baru ini berita menghebohkan dan banyak menuai kritikan terkuhusnya menjadi perhatian dikalangan cendikiawan yaitu perihal pernyataan Presiden yang di kokohkan lewat PERPRES No. 10 Tahun 2021 tentang bidang usaha dan modal yang mengesahkan sekaligus menjadikan industri minuman keras atau MIRAS sebagai daftar positif investasi (DPI) yang mana mulai terhitung sejak disahkanya.
Kemudian jika ditilik PERPRES No. 10 tahun 2021 ini merupakan Beleid dari turunan Undang-Undang No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang baru kemarin menjadi isu panas yang banyak ditentang karena regulasinya yang tak sesuai dengan nilai dasar konstitusi UUD NRI 1945 yang mulai berlaku setelah ditandatangani Presiden Jokowi terhitung per tanggal 2 Februari 2021.
Lagi lagi yang menjadi kritikan keras atas perizinan investasi MIRAS ini adalah dimungkinkan akan memberikan dampak pengrusakan terhadap nilai dan moralitas religius generasi muda bangsa indonesia. Apalagi sebagai status negara yang beragama, dengan landasanya PANCASILA dan UUD NRI 1945 yang menjadi landasan dalam inplementasi keyakinan terhadap “Ketuhanan Yang Maha Esa” sehingga sudah menjadi keharusan bagi pemerintah dalam hal ini Presiden sebagai kepala negara sekaligus kepala pemerintahan seharusnya berusaha untuk menjunjung tinggi nilai nilai luhur yang telah dibuat dan disepakati oleh para pendiri bangsa.
Sehingga Pemberian izin investasi MIRAS ini adalah merupakan degradasi terhadap nilai serta moralitas religus yang termaktub didalam Pancasila dan UUD NRI Tahun 1945. sebagai negara yang menjujung tinggi nilai serta moralitas relegius harusnya pemerintah harus mempertimbangkan lagi perihal pelegalan terhadap MIRAS yang tidak sesuai dengan anjuran agama agama besar yang sebagian besar di anut serta diyakini di Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Lagi lagi atas dasar UU Cipta Kerja dan Beleid Perpres No. 10 tahun 2021 ini jelas dan tegas bertentangan keras dengan nilai dan moralitas relegius didalam Pancasila terkhususnya poin ke-1 dan konstitusi UUD RI Tahun 1945.
Tentunnya meski perizinan terhadap pemberlakuan investasi miras ini hanya diberlakukan khusus di beberapa wilayah provinsi saja, seperti BALI, NTT, SULUT, dan PAPUA dengan sayarat syarat tertentu dan juga Pemerintah dalam hal pelegalan MIRAS ini Pemerintah tidak bisa mengatas namakan budaya dan atau memakai istilah kearifan lokal . Karena MIRAS atau minuman beralkohol, dan mabuk mabukan bukanlah budaya bangsa sehingga tidak patut untuk dihidupkan/ dilegalkan, ini adalah pemahaman yang keliru.
Sehingga pelegalan terhadap MIRAS ini menjadi pertanyaan,?, jikalau atas itikad baik pemerintah berusaha menghidupkan ekonomi nasional, maka MIRAS bukan menjadi satu satunya ladang usaha dalam tujuan ini. Sehingga ditakutkan Justru malah menimbulkan pemahaman distorsi dikalangan masyarakat terkhususnya para aktivis. negara kita indonesia tentu kaya akan sumber daya alam, jangan sampai justru UU Cipta kerja atau UU Sapu jagat yang digaungkan oleh pemerintah ternyata hanya mampu bisa mengurus persoalan investasi MIRAS saja.
sehingga lagi lagi pemerintah harus mempertimbangkan efek atau dampak yang akan ditimbulkan dimasa yang mendatang. Jangan sampai kita kaya akan generasi muda tetapi miskin generasi yang paham akan pentingnya nilai moralitas relegius.
Oleh: SARLIN WAGOLA MAHASISWA UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA