KABARMASA.COM, JAKARTA- Penyesuaian Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 1% menjadi 12% belakangan ini menuai banyak perdebatan publik. Wajar saja, setiap kebijakan yang berkaitan langsung dengan ekonomi rakyat pasti mendapat sorotan. Di satu sisi, masyarakat khawatir kenaikan ini akan semakin memberatkan hidup mereka. Namun, jika kita telisik lebih dalam, kebijakan ini bukan sekadar menaikkan angka pajak, melainkan bagian dari upaya pemerintah untuk menciptakan fondasi ekonomi yang lebih kuat dan adil.
Pemerintah tentu memahami kebutuhan rakyat kecil. Itu sebabnya, kebutuhan dasar seperti beras, daging, telur, sayur, buah-buahan, garam, dan gula konsumsi tetap bebas PPN alias 0%. Begitu juga dengan sektor penting seperti pendidikan, kesehatan, dan transportasi publik yang tetap tidak dikenakan pajak. Dengan ini, pemerintah ingin memastikan bahwa rakyat kecil tetap dapat memenuhi kebutuhan hidupnya tanpa terbebani kenaikan pajak.
Lalu, mengapa PPN dinaikkan? Kenaikan ini adalah bagian dari reformasi perpajakan yang bertujuan untuk meningkatkan penerimaan negara, yang nantinya akan kembali ke masyarakat dalam bentuk pembangunan infrastruktur, pendidikan gratis, bantuan kesehatan, subsidi, dan perlindungan sosial. Pajak bukan sekadar angka yang kita bayarkan, melainkan investasi bersama untuk masa depan yang lebih baik.Sebagai penyeimbang kebijakan baru, pemerintah memberikan sejumlah insentif untuk mendukung masyarakat, antara lain bantuan beras 10 kg bagi 16 juta keluarga di awal 2025, diskon listrik 50% untuk pelanggan kecil guna menjaga daya beli, pembebasan PPN hingga 0% untuk pembelian rumah subsidi sampai Rp 2 miliar bagi masyarakat kelas menengah, serta penanggungan PPh 21 bagi karyawan bergaji di bawah Rp 10 juta pada industri padat karya.
Di tengah polemik ini, kita perlu melihat gambaran besar bahwa pembangunan butuh biaya, dan pajak adalah sumbernya. Infrastruktur jalan, rumah sakit, sekolah, hingga bantuan sosial semuanya dibiayai oleh pajak yang kita bayar. Dengan meningkatkan PPN, pemerintah memiliki ruang fiskal yang lebih besar untuk mendanai program-program yang manfaatnya akan kita rasakan langsung.
Penting untuk diingat bahwa kebijakan ini bukan untuk "memeras" rakyat, melainkan untuk menjaga ekonomi tetap berjalan dan masyarakat tetap terlindungi. PPN mungkin naik, tapi keadilan pajak tetap diutamakan dengan membebaskan kebutuhan dasar rakyat dari beban ini.
Maka dari itu, mari kita pahami bersama bahwa pajak kita adalah untuk kita juga. Setiap rupiah yang kita kontribusikan akan kembali dalam bentuk jalan yang mulus, listrik yang stabil, pendidikan yang layak, dan kesehatan yang terjangkau. Pajak bukan sekadar kewajiban, tetapi simbol gotong royong kita sebagai bangsa untuk membangun masa depan Indonesia Maju, Indonesia Emas 2045.
Oleh: Yudha Prakarsa K. WigunaDirektur Eksekutif Soemantri Institute:
No comments:
Post a Comment