KABARMASA.COM, JAKARTA - Setelah Pemilu 2024, netralitas Kepolisian Republik Indonesia (Polri) kembali menjadi
perbincangan hangat, terutama terkait isu kehadiran kelompok-kelompok politik yang diduga memiliki keterkaitan dengan institusi tersebut, seperti "Partai Coklat." Selain itu, berbagai kasus yang mencuat, mulai dari kekerasan oleh anggota Polri hingga dugaan keterlibatan dalam kejahatan terorganisasi, memicu desakan untuk reformasi menyeluruh.
Ketua Bidang Hukum dan HAM PB Ikatan Kekeluargaan Mahasiswa/Pelajar Indonesia (IKAMI) Sulawesi Selatan, Pangeran Alfayed, dalam pernyataan resminya menyoroti urgensi langkah tegas
dari pemerintah dan Polri sendiri untuk memastikan profesionalisme dan netralitas dalam penyelenggaraan pemilu.
“Kehadiran fenomena seperti ‘Partai Coklat’ menimbulkan kekhawatiran terkait netralitas Polri dalam Pemilu dan Pilkada. Institusi ini harus menjadi pengayom yang netral dan tidak berpihak, karena Polri adalah milik seluruh rakyat, bukan bagian dari kepentingan politik tertentu,” ujar
Alfayed dalam keterangan tertulisnya, Rabu (4/12/2024).
Netralitas dan Ancaman Demokrasi
Alfayed menekankan bahwa netralitas Polri adalah pilar penting dalam menjaga kepercayaan publik terhadap proses demokrasi. Kehadiran "Partai Coklat," yang disebut-sebut dekat dengan sejumlah
pihak internal Polri, dapat menciptakan persepsi negatif dan menurunkan legitimasi pemilu.
“Kami mendesak Polri untuk menegaskan sikapnya dan mengambil tindakan tegas terhadap individu atau kelompok yang memanfaatkan institusi ini untuk kepentingan politik. Pemilu harus berjalan
tanpa campur tangan dari pihak mana pun, termasuk dari dalam tubuh Polri,” tegas Alfayed.
Kasus Internal dan Dugaan Kejahatan Terorganisasi
Selain isu politik, Alfayed juga menyoroti berbagai kasus internal yang mencoreng nama baik Polri, seperti penembakan sesama anggota polisi, insiden polisi menembak pelajar, hingga dugaan keterlibatan oknum dalam judi online, penyelundupan BBM bersubsidi, dan "backing" tambang ilegal.
“Polri harus menunjukkan komitmennya dalam menegakkan hukum secara transparan dan tanpa pandang bulu. Jika oknum yang terlibat tidak ditindak tegas, kepercayaan masyarakat akan semakin
menurun,” katanya.
Bendahara Umum PB IKAMI SULSEL Wiranto juga ikut menyoroti hal tersebut dengan meminta Presiden Prabowo Subianto untuk mengambil langkah serius dalam mengevaluasi kinerja Polri,
termasuk mempertimbangkan pergantian pucuk pimpinan.
“Presiden sebagai kepala negara memiliki kewajiban untuk memastikan bahwa Polri menjalankan tugasnya secara profesional dan independen. Jika dalam evaluasi ditemukan bahwa Kapolri tidak mampu mengatasi permasalahan yang ada, maka Presiden harus mempertimbangkan untuk
mencopot Kapolri dan menggantinya dengan sosok yang lebih mampu,” tegas Wiranto.
Harapan untuk Polri
Sebagai organisasi mahasiswa, PB IKAMI Sulsel berharap Polri dapat segera berbenah dengan melakukan reformasi internal yang menyeluruh. Wiranto menekankan bahwa reformasi ini harus mencakup peningkatan pengawasan, pembenahan budaya kerja, dan penguatan integritas personel.
“Polri adalah institusi yang sangat penting bagi stabilitas negara. Kami mendukung setiap upaya pembenahan agar Polri dapat menjadi institusi yang bersih, netral, dan profesional,” tutup Wiranto.
Dengan berbagai isu yang membayangi kinerja Polri, publik kini menantikan langkah nyata dari pemerintah dan institusi terkait untuk memastikan Polri dapat menjalankan perannya dengan baik.(Tim/Red)
No comments:
Post a Comment