KABARMASA.COM, JAKARTA- Para pemohon atas nama Muhamad Amir Rahayaan, Hamka Djalaludin Refra, Harso Ohoiwer, Hasanudin Raharusun. Melakukan giat Judicial Reveiu atau pengajuan Undang-undang Di Mahakmah Konstitusi pada hari Rabu (04/09/2024).
Para pemohon telah menerimah surat tanda terimah dan hari kamis-jumat akan melayangkan daftar Alat bukti untuk di ajukan sebagai syarat formil. Hamka Djalaludin Refra atau di kenal Hamka, menuturkan bahwa "pemberlakukan pasal penghinaan tidak sesuai dengan cristalisasi norma yang hidup di masyarakat dan juga sangat mengancam aspirasi kedaulatan rakyat" ujarnya.
Selanjutnya Pemohon atas nama Muhamad Amir Rahayaan atau Amir dalam sesi penyerahan berkas permohonan para pemohon. Dia menyebut bahwa "Tidak tepat pengaturan pasal 218 (1) UU No 1 Tahun 2023 dengan alasan primus interpares. Menurut M Amir Rahayaan, pengaturan pasal 218 (1) dan (2)serta pasal 219 merupakan pasal yang menitikberatkan kesemaan Kedudukan Presiden sama dengan raja atau ratu dalam sistem negara monarki (kerajaan) yang dimana pemaknaan raja atau ratu disebut sebagai simbol negara". tambah Amir
Lebih lanjut, Muhamad Amir Rahayaan atau kerap disapa dengan Amir, menurutnya pengkususan terhadap pasal a quo merupakan pemorosotan nilai nilai konstitusi
"Tanpa adanya pasal 218 (1) dan (2) serta pasal 219 Presiden mempunya hak eksklusif, misalnya mempeoleh hak grasi, Rehabilitasi, amnesti dan hak hak istimewa lainya. Oleh karenanya pasal 218 (1) dan (2) serta pasal 219 memaksakan warga negara untuk menghormati Presiden sebagai lese majeste yang tidak equal dalam penerapan sistem negara yang berbasis Republik Demokrasi, ujar M Amir Rahayaan" terangnya
Di sela sela wawancara Amir menyebut "Sebagai warga negara yang baik kami sebagai rakyat terancam dengan presensi pasal 218 (1)dan (2) serta pasal 219. kendati suatu waktu pasal ini bisa dijadikan sebagai pasal karet, karena jenis pasal ini adalah jenis delik aduan. Jika suatu saat mahasiswa atau pemuda melakukan penyempaian orasi ilmiah yang bersinggunagan dengan kekuasaan dianggap sebagai pengancaman, hal ini sangat berbahaya. Karenanya pengujian PUU di Mahkamah Konstitusi perlu dan amat sangat penting. Amir menyebut pengujian materil pada pasal 218 (1) dan (2) serta pasal 219 penting untuk meminta sikap MK dalam memandang pasal tersebut apakah konstitusional atau tidak dan MK sebagai Lembaga pengawal Konstitusi harus menjaga nilai nilai luhur yang tertanam dalam setiap pasal perpasal dalam UUD 1945" pungkas Amir.
No comments:
Post a Comment