Anak Buah Jaksa Agung Berhasil Raih Gelar Doktor Dengan Predikat Cumlaude Dari Universitas Jayabaya

Dr. Hadiman SH, MH saat Sidang Promosi Doktor Ilmu Hukum di Univ Jayabaya, Jakarta. (Foto : Herlyna/doc pribadi)

KABARMASA.COM, JAKARTA - Anak Buah Jaksa Agung RI Prof ST Burhanuddin berhasil meraih gelar Doktor Ilmu Hukum dengan predikat CUMLAUDE dari Universitas Jaya Baya Jakarta, tanggal 13 Agustus 2024, dan diwisuda, Jumat, (30/8/2024).

Anak buah Jaksa Agung itu meraih gelar Doktor Ilmu Hukum dengan predikat CUMLAUDE dengan judul disertasi “Rekonstruksi Peran Kejaksaan Terhadap Pelaku Tindak Pidana Korupsi Dalam Upaya Penyitaan dan Perampasan Aset".


Jaksa peraih Adhyaksa Award 2024 itu sudah melanglang buana dalam pemberantasan tindak pidana korupsi di jajaran Kejaksaan Republik Indonesia, yakni di tiga Propinsi/Kejaksaan Tinggi Indonesia, yakni, Propinsi Riau/Kejati Riau, Proponsi Jawa Timur/Kejati Jawa Timur dan Propinsi Sumatera Barat/Kejati Sumbar dengan segala dinamikanya.

"Saya ingin terus meningkatkan kualitas diri terutama di bidang hukum agar selalu mempunyai kemampuan meneliti secara mandiri," ujar Dr Hadiman SH MH ketika diwawancara limitnews.net melului aplikasi whatssap, Minggu, (1/9/2024), diawal bulan September.

Dr. Hadiman menyampaikan ucapan syukurnya karena telah menyelesaikan pendidikan Doktor dengan predikat Cumlaude serta rasa terimakasihnya kepada seluruh pihak yang telah memberikan dukungan kepadanya untuk menyelesaikan pendidikan ini.

Dr. Hadiman SH, MH saat ini menjabat selaku Aspidsus Kejati Sumatera Barat dan sudah di promosikan sebagai Kasubdit Prapenuntutan Tindak Pidana Teroris Pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAMPIDUM) Kejaksaan Agung Republik Indonesia.

Dia mengaku bahwa Universitas Jayabaya sendiri adalah perguruan tinggi swasta di Jakarta yang menjadi salah satu universitas swasta tertua di Indonesia, tepatnya didirikan pada tahun 1958 oleh Yayasan Jayabaya dan selama lebih dari 50 tahun kiprahnya dalam dunia pendidikan tinggi di Indonesia, Universitas Jayabaya telah menghasilkan lebih dari 58.500 orang lulusan berkualitas.


“Rekonstruksi, Tindak Pidana Korupsi, Perampasan Aset oleh kejaksaan sangat dibutuhkan. Kejaksaan memiliki peranan yang sangat penting dalam melaksanakan Perampasan Aset dalam pemberantasan tindak pidana korupsi. Belum optimalnya pemberantasan tindak pidana korupsi di Indonesia yang diindikasikan besarnya nilai kerugian keuangan negara belum dapat dipulihkan,” ujarnya.

Dia menganggap bahwa tidak cukup hanya memenjarakan pelaku korupsi namun lebih dari itu bagaimana sedapat mungkin merampas aset para pelaku korupsi dan mengembalikannya kepada negara. Penelitian ini untuk mengkaji dan menganalisis bagaimana implementasi peran Kejaksaan terhadap pelaku tindak pidana korupsi dalam upaya penyitaan dan perampasan aset saat ini serta mengkaji dan menganalisis bagaimana rekonstruksi peran Kejaksaan terhadap pelaku tindak pidana korupsi dalam upaya penyitaan dan perampasan aset.

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif dengan spesifikasi penelitian yakni deskriptif analitis, Teknik pengumpulan bahan hukum dengan studi kepustakaan (library research) dengan menggunakan bahan hukum primer sekunder dan tersier, teknik analisis yang digunakan normatif kualitatif dengan menggabungkan penalaran induksi dan deduksi dan teori yang digunakan adalah teori Keadilan (Grand Theory), Teori Kebijakan Hukum Pidana (Middle Range Theory), dan Teori Pengembalian Aset (Applied Theory)

Hasil penelitian Disertasi ini bahwa implementasi peran Kejaksaan terhadap pelaku tindak pidana korupsi dalam upaya penyitaan dan perampasan aset saat ini memiliki hambatan berupa faktor hukum yakni keberadaan ketentuan Undang-Undang. Penerapan sanksi pengembalian kerugian (uang pengganti) atau denda oleh karena-nya hal tersebut tidak sesuai dengan Teori Keadilan oleh Amartya K. Sen, didukung dengan kajian Teori Kebijakan Hukum Pidana oleh Sudarto, bahwa Perampasan aset oleh Kejaksaan melakukan penyitaan aset-aset pelaku kejahatan dikarenakan instrumen hukum yang selama ini digunakan kurang komprehensif. Pasal 18 Ayat (1), (2) dan (3) UU Tipikor bahwa hukuman penjara tidak memberikan efek jera bagi pelaku tindak pidana korupsi.

Pendekatan kebijakan hukum pidana saat ini pun belum mampu menyelesaikan persoalan kerugian negara dengan lebih cepat dan efisien. Rekonstruksi peran Kejaksaan terhadap pelaku tindak pidana korupsi dalam upaya penyitaan dan perampasan aset bahwa berdasarkan kajian Teori Pengambilan Aset oleh Michael Levi, bahwa negara melalui penegak hukum yakni Kejaksaan untuk berorientasi pada pengembalian kerugian ekonomi yang ditimbulkan akibat tindak pidana korupsi yang didasarkan pada keadilan sosial.


Perampasan aset berdasarkan Civil-Based Forfeiture, dalam arti bahwa perampasan aset tindak pidana tidak didasarkan pada penjatuhan hukuman terhadap pelaku tindak pidana. Dibutuhan pengaturan komprehensif dan terintegrasi dengan pengaturan lain agar Undang-Undang yang akan disusun bisa memaksimalkan peran kejaksaan dalam pengembalian aset hasil tindak pidana korupsi sesuai dengan teori pengembalian aset oleh Michael Levi serta teori kebijakan hukum pidana oleh Sudarto sebagai kebijakan pembangunan nasional.

Oleh karena itu, kejaksaan membutuhkan peraturan perundang-undangan yang dikehendaki bisa digunakan untuk mencapai apa yang dicita-citakan sebagai keadilan yakni mensahkan RUU perampasan aset sebagai sarana dan prasarana yang cukup bagi Kejaksaan dalam rangka memaksimalkan mengatur secara komprehensif mekanisme perampasan aset yang akan diterapkan, dan menggabungkan kolaborasi para penegak hukum untuk pengembalian aset saat terjadinya kerugian negara.

Pemerintah dan DPR diharapkan segera mensahkan RUU perampasan aset, sehingga kebutuhan Indonesia terhadap mekanisme perampasan aset yang lebih efektif.

Share:

No comments:

Post a Comment






Youtube Kabarmasa Media



Berita Terkini

Cari Berita

Label

Arsip Berita

Recent Posts