KABARMASA.COM, JAKARTA - Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) menilai pemerintah harus bertanggung jawab pada keberlanjutan pendidikan mahasiswa yang terdampak jika 84 kampus swasta di Indonesia tutup.
Koordinator Nasional JPPI Ubaid Matraji mengatakan pemerintah mempunyai mandat untuk menjamin semua anak Indonesia dapat menikmati pendidikan yang layak.
"Tapi bagaimana pemerintah menjamin mahasiswa-mahasiswa yang sedang belajar di sana itu, mereka terus belajar. Seandainya mereka harus ditutup, dia bisa dialihkan ke kampus lain. Karena tugas pemerintah adalah menjamin bahwa anak-anak yang ingin kuliah ini difasilitasi oleh pemerintah, dibiayai oleh pemerintah. Tidak kemudian pemerintah membuat masalah, menimbulkan masalah. Mahasiswa-mahasiswa yang sudah kuliah ini, kemudian kampusnya ditutup lalu mereka tidak bisa kuliah lagi. Ini masalah," ujar Ubaid kepada KBR Media, Selasa (13/8/2024).
Jika mahasiswa yang terdampak dari ditutupnya perguruan tinggi ini tidak mendapatkan hak belajarnya, Ubaid menilai maka akan menjadi masalah berkepanjangan.
"Tugas pemerintah bukan hanya sekadar menutup kampus atau mengevaluasi kampus yang buruk. Tetapi bagaimana pemerintah menjamin mahasiswa yang sedang belajar untuk terus belajar," kata Ubaid.
Ubaid mendorong peran pemerintah untuk menjamin anak yang lulus SMA terus belajar di perguruan tinggi tanpa biaya. Menurutnya ini harus menjadi evaluasi karena pemerintah tidak menyediakan perguruan tinggi yang layak untuk anak Indonesia.
Sebelumnya, Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN PT) menyebut ada 84 perguruan tinggi swasta (PTS) terancam dicabut izinnya karena tidak mengurus akreditasi. Kampus swasta yang terancam ditutup itu tersebar di sejumlah daerah.
Dewan Eksekutif BAN PT Ari Purbayanto menyebut kampus-kampus itu paling banyak di Jawa Barat dan Jakarta.
"Jadi memang masih ada sekitar maksimal 100, tapi kalau di data LLDIKTI bersama kami mengidentifikasi 84 (PTS) bakalan dicabut izinnya karena tidak jelas pengelola sudah tidak ada, dosennya juga, itu yang benar-benar sulit melanjutkan," kata Ari usai acara kick-off strategi leapfrogging dalam peningkatan mutu dan relevansi PTS berbasis join resources PTS DIY di Bantul, DIY, Sabtu (10/8/2024).
Menurut Ari, ada sejumlah kendala yang ditemui dalam mengurus akreditasi. Di antaranya soal Sumber Daya Manusia (SDM), kurangnya jumlah dosen, dan masalah pendanaan. Kini pemerintah tengah memikirkan nasib perkuliahan para mahasiswa 84 PTS itu, terutama jika benar-benar sudah dicabut izinnya.
"Karena itu pemerintah akan memindahkan mahasiswa ke PTS lain yang siap menampung mereka," ujarnya.
Ari menambahkan, kebijakan pemindahan mahasiswa juga berlaku bagi dosen yang mengajar di PTS yang terancam izinya dicabut. Syaratnya, dosen yang akan dipindahkan memiliki kualifikasi baik. Artinya, bukan sekadar punya ijazah, tapi juga mempunyai kompetensi sebagai dosen.
"Kalau dia sudah punya profil bagus, kerja di mana pun dicari-cari. Masalahnya, kalau dosen hanya mengaku sebagai dosen tapi dicari di Google saja tidak ada namanya, itu, ya, susah. Punya ijazah tapi tidak bisa apa-apa, siapa yang mau merekrut atau mencari pekerjaan pun tidak bisa," jelasnya.
No comments:
Post a Comment