KABARMASA.COM, JAKARTA - Kementrian Informasi dan Komunikasi (Kominfo) bekerja sama dengan DPR RI laksanakan agenda Webinar Ngobras Literasi Digital dengan tema "Menjadi Pejuang Anti Hoaks di Sosial Media".
Kegiatan Webinar dimulai dengan menyanyikan lagu Indonesia raya, pembacaan doa dan menampilkan tari melayu dilanjutkan dengan ucapan key not speech oleh Samuel A. Pangerapan, B. Sc., M.M selaku Direktur Jenderal Aplikasi Informatika, sekaligus membuka acara webinar. Sabtu (27/04/2024).
Kegiatan Webinar tersebut diadakan melalui zoom meeting yang diikuti sekitar 150 peserta.
Adapun pemateri yang mengisi Webinar adalah anggota Komisi I DPR RI Dr. H. Sukamta, Imam Rizki Pratama, S.H dan Drg M. Atiatul Muqtadir, C.NNLP.
Dalam sesi diskusi pertama yang di sampaikan oleh Dr. H. Sukamta menjelaskan bahwa Akhir-akhir ini dunia maya banyak dimunculkan informasi dan berita palsu atau lebih dikenal dengan istilah “hoax” oleh sejumlah oknum yang tidak bertanggungjawab. Hoax menjadi perbincangan hangat di media massa maupun media social belakangan ini karena dianggap meresahkan publik dengan informasi yang tidak bisa dipastikan kebenarannya.
Sedangkan pada zaman nabi dulu berita palsu atau hoax juga sudah ada, namun bedanya dulu hoax itu hanya untuk lucu-lucuan saja namun sekarang justru berita hoax banyak dipakai untuk kepentingan politik dsb. Berita-berita yang tidak benar sangat meresahkan masyarakat oleh karena itu pemerintah bersama DPR membentuk kegiatan yang isinya untuk memberikan edukasi kepada masyarakat, agar masyarakat lebih cerdas dalam memilih atau memilah sebuah berita.
Dalam penyampaian materinya dr. H. Sukamta juga berpesan untuk tidak mudah terprovokasi oleh berita hoax.
"Kita sebagai pengguna mobile phone terutama generasi muda harus cerdas, jangan mudah terprovokasi, termakan propoganda, jangan mengandalkan eksistensi dari menyebar berita, di era digital sekarang ini kita harus cerdas dalam memilih berita", ucapnya
Dilanjutkan oleh pemateri kedua yaitu Drg. M. Atiatul Muqtadir menjelaskan bahwa media sosial merupakan sumber utama penyebaran hoax dengan 92,4 %, dengan konten Sara dan politik menjadi dua konten yang mendominasi selama pemilihan umum.
Sedangkan menurut Badan Intelejen Negara, diperkirakan 60% dari konten media sosial adalah hoax, dan menurut Kementrian Komunikasi dan Informatika melaporkan terdapat lebih dari 800 ribu situs penyebar hoax.
Media sosial yang paling sering digunakan untuk berita hoax adalah Facebook, tiktok dsb.
Pemateri kedua juga menyampaikan bahwa berita hoax banyak terjadi dibidang kesehatan misalnya banyak berita-berita yang beredar mengenai tata cara penyembuhan suatu penyakit namun tidak sesuai dengan faktanya.
Pemateri kedua juga menyampaikan karakteristik yang perlu dikenali masyarakat dalam memilih berita.
"Terdapat beberapa karakteristik yang perlu dikenali oleh masyarakat dalam menanggapi berita hoax yaitu biasanya berita hoax akan memiliki judul yang provokatif, alamat situs tidak kredibel dan tidak menyatakan sumber yang dapat dicrosscheck." Ujarnya
Dilanjutkan oleh pemateri ketiga yaitu Imam Rizki Pratama S.H. menjelaskan bahwa kategori yang dilarang secara hukum dijelaskan dalam pasal 28 no. 21 UU ITE tahun 2024. Yaitu pemberitahuan bohong atau informasi menyesatkan mengakibatkan kerugian konsumen dalam transaksi elektronik, selain itu menghasut dan mempengaruhi orang lain sehingga menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan terhadap sara, dan pemberitahuan bohong yang menimbulkan kerusuhan dimasyarakat.
No comments:
Post a Comment