KABARMASA.COM, JAKARTA- PPMJ telah melakukan audiensi bersama Bawaslu RI yang diwakili oleh Kabag Humas. Dalam audiensi yang sempat mengundang aksi demonstrasi karena kurang responsif menerima berkas berisikan kritik dan saran dari Pusat Pergerakan Mahasiswa Jakarta dan sempat melakukan UNRAS pada 25 Agustus kemarin dengan tuntutan utamanya mencopot Rahmat Bagja.
Koordinator PPMJ, Azzuhri Rauf, menjelaskan bahwa Bawaslu RI dengan sengaja menjadikan adanya kekosongan pimpinan Bawaslu kab/kota se Indonesia dan membiarkan adanya kekosongan tersebut sehingga satu tahapan pemilu yaitu penetapan DCS Calon Anggota Legislatif DPRD kab/kota tidak terawasi oleh bawaslu Kab/Kota merupakan bentuk pelanggaran kode etik dan adanya pengumuman yang tidak sesuai jadwal yg ditetapkan (diundur undur dari jadwal) maka SK Penetapan Anggota Bawaslu Kab/Kota menjadi tidak sah alias cacat dan batal demi hukum sehingga harus dibatalkan SK tersebut dan itu dinilai ada unsur kesengajaan.
Kemudian ditambahkan oleh Ketua PMKRI Jakarta Pusat, Ine Lipa Dory, bahwa permasalahan lainnya yang ada pada pucuk pimpinan Bawaslu RI yaitu Rahmat Bagja tidak menepati empat program prioritas yang menjadi visi misinya jika terpilih kembali sebagai Komisioner Bawaslu.
Empat program prioritas tersebut dianggapnya sebagai janji manis seperti para politikus. Program prioritas pertama berupa sinergi yang mempertimbangkan pentingnya pengawasan partisipatif dalam mencegah politik uang, politisasi SARA, serta netralitas ASN, TNI, dan Polri. Akan tetapi justru banyak partisipan yang merespon soal penyelenggara pemilu yang kurang profesional dan transparan malah tidak mendapatkan jawaban secara responsif, menyebabkan munculnya isu sara, serta membuat framing seolah ingin mengadu domba TNI-Polri..
Lalu, program prioritas kedua, perihal inovasi. Ine menjelaskan bahwa Bagja mengungkapkan perlunya bentuk digitalisasi bagi pencegahan dan mekanisme penindakan (e-court dalam penanganan pelanggaran administrasi dan penyelesaian sengketa). Akan tetapi dalam proses administrasi malah membuat kualitas Bawaslu melemah terbukti ketika pengunguman 1.900 komisioner di 514 kabupaten/kota justru sempat tertunda.
Program prioritas ketiga, dia menggarisbawahi tata kelola lembaga akuntabel. Harapannya membuat rekrutmen pengawas pemilu atau pemilihan secara transparan.inipun sebenarnya belum dijalankan secara tegas.
Program keempat, lanjut ine, peningkatan kapasitas sumber daya manusia (SDM) yang professional. Dirinya menekankan pelatihan intensif dan berskala bagi seluruh komisioner, pegawai atau staf staf pendukung. Namun programnya ini telah dibantah sendiri dari usulannya mengenai penundaan Pilkada karena rawan keamanan.
"Seharusnya solusinya bukan menunda tapi melanjutkan program prioritas dengan meningkatkan kapasitas dan kuantitas SDM yang profesional. Karena bahkan dalam laporan dari biro SDM pun mengenai alasan ditundanya pengunguman komisioner tingkat kabupaten/kita karena terjadi Hack atau peretasan. Artinya sistem informasi dan teknologi Bawaslu masih terbilang gagal, tidak canggih, bahkan tidak berintegritas." Jelas Ketua umum PMKRI Jakarta Pusat.
Kemudian ditambahkan oleh Ketua umum GMNI Jakarta Pusat, bahwa keseluruhan misi ini dianggap sebagai janji semata sehingga menujukan bahwa Rahmat Bagja sebenarnya tidak kredibel dan profesional serta serius menjadi lembaga independen yang mengawas pemilu melainkan lembaga yang sarat dan menampung orang-orang nepotisme dan cendrung korup.
Ketua EW LMND Jakarta, Nasir Latupono kemudian juga menjelaskan kalau Bawaslu RI lalai dalam proses seleksi ada anggota Bawaslu yang terafiliasi dengan organisasi Papua merdeka yang berinisial GT, komisioner Bawaslu kabupaten puncak.
Ia menjelaskan kalau Bawaslu sempat mengabaikan aduan masyarakat itu menunjukkan betapa lalainya Bawaslu dalam proses seleksi. Selain itu, Bawaslu sebenarnya punya banyak kesempitan mengecek rekam jejak GT mengingat tahapan seleksi calon anggota Bawaslu daerah cukup panjang.
Terakhir, penyampaian aspirasi dari ketua umum SEMMI Jakarta Pusat, dimana menjelang Pilpres 2024, Harta Kekayaan Ketua Bawaslu RI Rahmat Bagja cendrung meningkat drastis dan perlu dilakukan audit dan dicurigai karena sebagai pejabat publik hal-hal seperti ini akan sangat sensitif.
Sebagai penutup, Azzuhri Rauf sebagai perwakilan pimpinan dari HMI Jakarta Pusat Utara, menegaskan dihadapan Kabag Humas Bawaslu RI bahwa mereka akan mendesak DKPP harus mengevaluasi kinerja Totok Hariyono, SH (Divisi: Hukum dan Penyelesaian Sengketa), Dr. Herwyn J. H. Malonda, M.Pd., M.H. (Divisi: Sumber Daya Manusia, Organisasi dan Diklat), Puadi, S.Pd., MM (Divisi: Penanganan Pelanggaran dan Data dan Informasi), Lolly Suhenty, S.Sos.I., M.H. (Divisi: Pencegahan, Partisipasi Masyarakat dan Hubungan Masyarakat) dan Rahmat Bagja, SH (Ketua Bawaslu RI). Kelima komisioner Bawaslu RI tersebut masing-masing bermasalah dan terindikasi bermain dalam pemilu, memiliki muatan politik, dan tidak profesional. Dsn akumulasi dari semua permasalahan tersebut harus dipertanggungjawabkan oleh Rahmat Bagja selaku ketua Bawaslu RI.
PPMJ telah konsisten menyoroti isu-isu kontroversial dari Rahmat Bagja selaku Ketua Bawaslu RI karena terindikasi dalam nepotisme, melakukan pelanggan etik, dan tidak membawa Bawaslu sebagai lembaga independen untuk mengawasi pemilu 2023.
Bagi PPMJ, Bawaslu RI sebenarnya tidak siap menjalankan perintah konstitusi untuk menyelenggarakan pilkada serentak 27 November 2023. Terbukti dari usulan Rahmat Bagja untuk menunda pilkada serentak dengan alasan rawan keamanan.
Meskipun ada potensi kerawanan, namun ia mengatakan bahwa solusinya bulan menunda tapi harus lebih mempersiapkan agenda demokrasi 2024. Karena masih banyak yang harus dibenah termasuk Pengawasan digital dan sistem teknologi di Bawaslu yang cacat karena berhasil diretas.
Persoalan keamanan dan mobilisasi pasukan saat pilkada merupakan otoritas TNI-Polri. Jadi seolah-olah Bagja ingin mengadu domba TNI-Polri dengan DPR dan Pemerintah. Karena itu Rahmat Bagja lagi-lagi telah melakukan pelanggaran etik penyelenggara pemilu karena ucapannya itu menabrak empat pasal dalam Peraturan DKPP.
PPMJ juga memberikan ultimatum dan pernyataan sikap yaitu:
1. Mendesak kepada Rahmat Bagja untuk mundur dari jabatannya karena terindikasi kuat terseret pada korupsi, kolusi, dan nepotisme.
2. Mendesak kepada DKPP untuk mencopot Rahmat Bagja karena gagal membawa Bawaslu menjadi lembaga independen, kredibel, profesioinal, dan berprinsip pada penegakan hukum serta telah melakukan banyak pelanggaran etik.
3. Menuntut kepada Rahmat Bagja sebagai Ketua Bawaslu RI untuk mengklarifikasi serta meminta maaf ke publik karena menyebabkan kegadughan pada situasi politik nasional mulai dari permasalahan seleksi bawaslu sampai pada isu penundaan pilkada.
4. Usut tuntas permasalahan seleksi Bawaslu yang meloloskan serta melantik anggota Bawaslu yang terafiliasi dengan Organisasi Papua merdeka
5. Usut tuntas dan audit persoalan LHKPN Rahmat Bagja yang semakin meningkat setiap tahun dan tidak rasional.
6. DKPP harus mengevaluasi kinerja seluruh jajaran komisioner Bawaslu RI: Totok Hariyono, SH (Divisi: Hukum dan Penyelesaian Sengketa), Dr. Herwyn J. H. Malonda, M.Pd., M.H. (Divisi: Sumber Daya Manusia, Organisasi dan Diklat), Puadi, S.Pd., MM (Divisi: Penanganan Pelanggaran dan Data dan Informasi), Lolly Suhenty, S.Sos.I., M.H. (Divisi: Pencegahan, Partisipasi Masyarakat dan Hubungan Masyarakat) dan Rahmat Bagja, SH (Ketua Bawaslu RI). Kelima komisioner Bawaslu RI tersebut masing-masing bermasalah dan terindikasi bermain dalam pemilu, memiliki muatan politik, dan tidak profesional.
7. Ketua Bawaslu RI Rahmat Bagja harus bertanggungjawab atas akumulasi permasalahan yang ada ditubuh Bawaslu RI dan segera merespon setiap laporan dari berbagai kabupaten yang ada.
No comments:
Post a Comment