“Sistem pembagian bbm bersubsidi yang sudah diatur di Peraturan Presiden Nomor 191 Tahun 2014 tentang pendistribusian BBM Bersubsidi telah mengatur dengan jelas peruntukkan nya. DKP Provinsi saat ini lebih berpihak pemilik modal dibandingkan nelayan - nelayan kecil dan memberi celah kolusi antara pengusaha dan penguasa,” kata Alfian
Dalam praktiknya, pemberian BBM bersubsidi yang diatur didalam Peraturan Presiden Nomor 191 Tahun 2014 yakni Nelayan yang menggunakan kapal ikan Indonesia dengan ukuran maksimum 30 (tiga puluh) GT yang terdaftar di Kementerian Kelautan dan Perikanan, SKPD Provinsi/Kabupaten/Kota yang membidangi perikanan dengan verifikasi dan surat rekomendasi dari Pelabuhan Perikanan atau Kepala SKPD Provinsi/ Kabupaten/Kota yang membidangi perikanan sesuai dengan kewenangannya masing-masing. Pembudi Daya Ikan Skala Kecil (kincir) dengan verifikasi dan surat rekomendasi dari SKPD Kabupaten/Kota yang membidangi perikanan.
Berdasarkan informasi yang di peroleh, Diduga daerah pelantar 1 gudang ikan asia’ ada sekitar 11 Kapal Cumi Berukuran Besar yang tiap bulannya mendapatkan Rekomendasi BBM dari DKP Kepri sebesar 15 Ton/kapal/bulan.
Kemudian Di daerah kampung bugis di duga di gudang ikan apit terdapat 5 kapal ikan lingkong berukuran besar yang juga mendapatkan rekomendasi BBM Subsidi dri DKP Kepri sebesar 15 Ton/kapal/bulan.
artinya utk 16 kapal Cumi & lingkong ini saja menghabiskan 240 Ton/bulan, Hal ini sudah melanggar Perpres 191 Tahun 2014 dan dampaknya membuat nelayan-nelayan kecil yang ada di ibukota provinsi kepri ini tidak kebagian BBM, sering kali habis untuk pengusaha besar, sehingga nelayan kecil kita semakin hari semakin susah.
Sementara itu kejadian ini bukan malah ditanggapi Dinas Kelauatan Perikan Provinsi, Kepala dinas DKP Arif Fadillah lari dari masalah dengan memblokir komunikasi kami yang meminta dibuka kan data dan dicari jalan keluar masalah ini. Dan DKP Terkesan menutup nutupi dan menghalangi, serta ada beberapa berita kami yang di 404.
Alfian mengatakan, jika ini terus dibiarkan maka pemerintah provinsi lebih mementingkan pemilik modal. “Itu sebuah ironi. Di sisi lain nelayan membutuhkan yang sekarang harga bbm tinggi, keterbatasan akses dan kesulitan. pemerintah dan pengusaha berpesta pora dengan uang rakyat,” katanya
Ia juga menilai, Gubernur dan Kapolda Harus Mengevaluasi DKP Provinsi secara menyeluruh dan meminta Pihak Kepolisian untuk segera menjadikan atensi besar, karena sudah jelas Polri telah bekerjasama bersama BPH Migas untuk memberantas mafia BBM Bersubsidi. dan Komitmen Kapolri dalam hal mengawasi APBN dan APBD. (ZS)
No comments:
Post a Comment