Memperingati Hari Kesaktian Pancasila 1 Oktober : Asosiatif Nilai Keagamaan Dalam Nasionalitas Pancasila

KABARMASA.COM, YOGYAKARTA - OLEH Dr Andry Wibowo Sik MH MSi, Dalam era politik praktis dan populis sering banyak orang di dalam kehidupan melakukan pemisahan antara nilai-nilai agama (religiusitas ) dan nilai nilai kebangsaannya (nasionalitas).

Tidak sedikit yang menjadikan relasi keduanya sebagai relasi konfliktual yang dikenal dengan konflik identitas.

Padahal, jika melihat jauh kebelakang dan melakukan assesment terhadap perjalanan peradaban dunia , nilai- nilai agama ( religiusitas ) dan nilai- nilai kebangsaan ( nasionalitas ) terjadi proses asosiatif yakni saling melengkapi dan saling memperkuat jati diri suatu bangsa.

Hal ini terbukti dalam peta evolusi bangsa bangsa di dunia melalui pengecekan antropologis, sosiologis , historis maupun secara administratif serta politis dan konstitutif .

Secara antropoligis misalnya, peradaban di dunia berproses secara evolutif melalui tahapan tahapan tertentu dimulai dengan penciptaan bumi dan makluk hidup yang melengkapinya terus berevolusi mengikuti perjalanan waktu sampai dengan saat ini dan ke depan.

Evolusi bumi juga meninggalkan jejak sejarah bagaimana interaksi manusia dengan manusia lainnya serta perubahan landscape dunia yang menghasilkan jejak- jejak kelompok= kelompok manusia yang hidup di dalam populasi tertentu , wilayah tertentu , ciri- ciri diri tertentu. dan pola hidup tertentu sampai dengan proses migrasi manusia antar benua yang memungkinkan terjadi pencampuran jati diri manusia yang semakin hari semakin kompleks.

Hal ini menunjukkan bahwa entitas kelompok yang tumbuh dan berkembang dari komunitas terbatas sampai dengan suatu bangsa yang lebih kompleks ikatan dan identitas sosialnya yang semuanya memerlukan norma hidup sebagai ajaran dan perilaku sosial dalam memelihara harmoni dan keteraturan kehidupan.

Secara konstitutifpun dapat kita lihat, prinsip dan isi konstitusi negara memuat banyak gagasan tentang kehidupan bersama yang merupakan hasil interprestasi dari kondisi antropologis, historis, dan sosiologis yang bergerak dari kondisi natural sampai dengan kondisi yang telah mengalami proses percampuran identitas yang kompleks bahkan percampuran dengan dunia baru dunia yang di pengaruhi oleh perkembangan teknologi informasi.

Dapat dikatakan bahwa perilaku kehidupan dipengaruhi oleh faktor alam, pengetahuan, budaya , agama , sejarah dan perkembangan teknologi informasi .

Dalam konteks pengaruh keagamaan dalam ciri dan karakter kebangsaan bangsa bangsa di dunia meskipun memiliki penerimaan dan kesadaran yang sifat tentang asosiatif nilai- nilai keagamaan dalam ciri dan karakter kebangsaannya namun diwujudkan dalam wujud yang berbeda .

Ada bangsa yang menyatakan secara eksplisit religiositas dalam bentuk negara seperti Republik Islam Iran yang kita kenal sebagai kutub pengembangan penganut islam bermazab syah.

Namun juga ada negara lain yang tidak menyatakan secara eksplisit religiositasnya pada bentuk negara meskipun negara dan bangsa tersebut merupakan pusat kelahiran dan penyebaran Islam pertama yaitu Kerajaan Arab Saudi namun dalam prakteknya keduanya memiliki ciri dan karakter yang identik.

Begitupun banyak negara dan bangsa lain meskipun tidak melakukan strukturisasi religiositas dalam identitas negara dan bangsanya , namun dalam prakteknya negara dan bangsa ini mengakomodasi secara asosiatif nilai-nilai religiositas dalam fundamental nilai- nilai yang menjadi norma panduan dalam kehidupan bernegara, berbangsa, dan bermasyarakat seiring dengan kondisi natural geografis alamiahnya, perkembangan pengetahuan, tradisi, dan budaya, sejarah, serta dimensi pengaruh teknologi informasi.

Hal itu bisa kita amati pada bangsa yang kondisi populasi dan identitas populasinya sangat multi identitas dan multi kultural seperti United States Of America yang memuat kalimat “ In God With Trust “ atau Republik Indonesia yang memuat Ketuhanan Yang Maha Esa dalam Pancasila.

Bangsa dan negara ini menyadari sepenuhnya bahwa suatu bangsa merupakan suatu ikatan biologis, sejarah , kultural , religius, dan identitas lain yang kompleks yang tidak dimungkinkan diikat dengan paradigma kehidupan berbangsa dan bernegara yang homogen atas dasar agama tertentu atau budaya tertentu , tetapi diikat oleh satu nilai nasional yang mampu menyatukan perbedaan dan melahirkan ciri dan karakter nasional yang hidup bersama dalam harmoni dan keteraturan kehidupan.

Lebih dalam lagi jika kita sepakat bahwa konsep religiositas adalah berhubungan dengan muatan muatan konsep kebaikan Tuhan seperti melindungi , memberikan kehidupan yang baik dan mengadili , maka tidak ada satu pun bangsa di dunia yang tidak memasukan nilai nilai Ketuhanan ini pada konstitusi atau undang undang positif lainnya yang menjadi turunanan dari konstitusi.

Apa yang kemudian menjadi masalah dalam perjalanan peradaban adalah historisitas konflik antar bangsa yang juga di dalamnya melekat simbol simbol faksi atau kelompok keagamaan yang melekat pada kelompok bangsa yang berkonflik yang tidak sedikit memanipulasi konsep mendasar dari religiositas yaitu peradaban yang dioperasionalisasikan dengan nilai-nilai karakter yang terpuji dan mulia.

Pada realitas perjalanan peradaban umat manusia , hampir di seluruh wilayah dunia tidak ada satu pun bangsa yang tidak mengalami suatu konflik dalam berbagai skala dan spektrum maupun dalam konteks kelompok yang bertikai dari skala kecil dalam spektrum terbatas maupun dalam skala besar dalam spektrum tidak terbatas .

Konflik konflik tersebut telah melahirkan memori kelam konflik antara kelompok dengan identitasnya dan penghambat dari terciptanya dunia yang harmoni dan terus berevolusi dari satu generasi ke generasi berikutnya.

Pada kenyataannya dalam dunia yang semakin terbuka dan terhubung, sejarah konflik tersebut masih diajarkan dan ruang ruang keagamaan di banyak negara termasuk di dalam NKRI .

Hal ini secara langsung sejarah konflik antar kelompok agama menjadi permasalahan dalam peradaban di banyak tempat yang menghalangi cita cita luhur populasi umum umat manusia untuk hidup harmoni sekaligus menjadi salah sumber konflik antara konsep religiositas dan konsep nasionalisme.

Indonesia sebagai negara besar dari sisi populasi, kompleks dari aspek multi identitas dan hidup tersebar di dalam wilayah geografis yang luas dari Pulau Miangas sampai dengan Pulau Rote , dari Sabang sampai Merauke telah memiliki Pancasila sebagai ciri dan karakter kebangsaan yang di dalamnya menempatkan nilai nilai Ketuhanan YME sebagai dasar perilaku kehidupan nasional.

Ini merupakan wujud konkret bahwa nilai- nilai religiositas secara konstitutif menjadi bagian asosiatif pada nilai nilai kebangsaan Indonesia.

Sebagai nilai dasar dan utama sebagai ideolgis negara , Kesaktian Pancasila pada realitas membutuhkan upaya terus menerus untuk di operasionalkan dan ditegakkan oleh segenap warga bangsa termasuk di dalamnya untuk tidak lagi mempertentangkan nilai- nilai religiositas dengan nilai- nilai Pancasila.

Pancasila Sakti , Indonesia Bersatu, Beradab, dan Berkemajuan.

Yogyakarta , 1 Oktober 2022

Share:

No comments:

Post a Comment






Youtube Kabarmasa Media



Berita Terkini

Cari Berita

Label

Arsip Berita

Recent Posts