KABARMASA.COM, JAKARTA - Salah satu skandal praktek kredit fiktif raksasa yang dilakukan oleh pihak Bank BRI terungkap pada tahun 2020 lalu berkat aduan para korban kredit fiktif yang dilakukan oleh pihak bank BRI, yakni dugaan pemalsuan informasi keterangan perusahaan dalam perjanjian kerjasama kredit Briguna, lalu pemalsuan data, informasi dan keterangan calon nasabah secara massif digunakan untuk pembuatan kredit Briguna di Bank BRI KCP Tanah Abang sejak 2016 – 2019.
Pengungkapan kasus tersebut memberikan fakta bahwa pihak BRI sangat mudah menggunakan data masyarakat, pemalsuan data pekerjaan, pemalsuan informasi lainnya untuk dijadikan bahan pencucian uang di bank BRI melalui program kredit, tidak tanggung-tanggung 900 lebih korban. Terbukti, tanpa ada pengawasan internal, pihak BRI di KCP Tanah Abang bisa merampok dan menyalurkan uang melalui kredit Briguna sejak tahun 2016 -2019 sebesar Rp. 101.977.305.942.
Masifnya proses pembuatan ratusan nasabah kredit fiktif Briguna pada satu perusahaan dengan rata-rata pinjaman 100 juta-an hingga diatas 400 juta-an bisa disalurkan dengan gampang oleh BRI tanpa adanya penilaian resiko dan pengawasan yang proporsional, bahkan ratusan miliar rupiah bisa disalurkan secara massif di cabang pembantu, yakni BRI KCP Tanah Abang. Hal ini tidak pernah terpublikasi oleh pihak BRI kepada masyarakat, perihal siapa saja yang harus bertanggung jawab atas kelalaian tersebut selain hanya mempidanakan beberapa oknum pegawai BRI sebagai tumbal.
Fakta lainnya tidak pernah dipublikasi kepada publik, bahwa BRI bisa bekerjasama dengan perusahaan yang bergerak dibidang bisnis jasa Ladies Escourt, Dancer dan penjualan minuman keras di beberapa club malam di Indonesia, untuk menyalurkan ratusan miliar rupiah bagi kepentingan perusahaan tersebut. Sampai saat ini tidak ada satupun dari pihak BRI mampu menjelaskan hal tersebut, termasuk membuat investigasi atas kelalaian fatal tersebut. Uang perusahan BUMN dan nasabah mengalir keperusahaan bisnis malam !!
Fakta tidak terpublikasi oleh pihak BRI adalah, bagaimana bisa anak-anak berusia dibawah 20 tahun bahkan ada yang diduga masih dibawah umur bisa mendapatkan pinjaman kredit Briguna ratusan juta rupiah tanpa ada pengawasan dan penilaian resiko dari pihak BRI itu sendiri, terlapor 900-an orang telah dijadikan nasabah kredit fiktif selama 3 tahun oleh pihak BRI.
Fakta berikutnya, masyarakat tidak pernah diberitahu bagaimana bisa perusahaan milik Negara tersebut yakni BRI bisa memuluskan transaksi kredit Briguna ratusan miliar rupiah kepada perusahaan jasa Ladies Escourt, Dancer dan penjualan minuman keras dalam bisnis dalam kurun waktu 2016 - 2019 melalui BRI KCP Tanah Abang tanpa adanya penilaian kredensial perusahaan, kemampuan perusahaan hingga resiko gagal bayar. Lalu dimana fungsi pengawasan di internal BRI. Fakta persidangan mengungkapkan bahwa aliran uang nasabah tersebut disalurkan juga untuk pinjaman-pinjaman para LC/Ladies Escourt oleh perusahaan.
Fakta lainnya adalah masyarakat tidak pernah mendapatkan keterangan informasi yang jelas atas penyebab dan akibat pola kredit fiktif yang dilakukan oleh pihak BRI, baik dari modus dilakukan, kegagalan dalam pengawasan dan audit, motif dan tujuan pencucian uang, kegagalan dalam pengungkapan potensi kerugian uang, kegagalan dalam upaya preventif, serta kegagalan BRI dalam melindungi data-data nasabah.
Tidak ada pertanggungjawaban resmi dari pihak BRI dalam mendalami kasus tersebut seperti pengungkapan kerugian pada publikasi laporan keuangan, pengungkapan bagaimana bisa sejak tahun 2016 hingga 2019 bisa lolos dalam audit, lalu bagaimana bisa perusahaan yang bergerak di usaha bisnis malam bisa mendapatkan pencairan kredit briguna sebesar ratusan miliar tersebut dalam 3 tahun.
Hal ini juga terjadi pada berbagai kasus kredit fiktif BRI yang terjadi di seluruh Indonesia dengan pola-pola yang sama. Lalu, apakah kita masih percaya dengan kinerja Dirut BRI? Dan masih percaya menyimpan uang di BRI, termasuk mempercayakan data-data kita di perusahaan yang gagal menyelesaikan permasalahan-permasalahan kredit fiktif tersebut?
Mempertanyakan kinerja Direktur Utama BRI, digaji ratusan miliar namun hasil nihil! Lemahnya sistem pengawasan serta audit di BRI!
Kinerja jajaran Direksi BRI seharusnya di evaluasi oleh Kementerian BUMN dan legislatif yakni DPR RI, terutama kinerja Direktur Utama. Mengingat gaji dan tunjangan mereka sangat fantastis yakni 700-an miliar rupiah lebih pertahun. Namun masalah kredit fiktif yang terjadi sejak belasan tahun lalu sampai saat ini tidak pernah terselesaikan dengan baik, beserta pertanggungjawaban kinerja kepada publik dan pemerintah.
Sampai saat ini, pihak BRI selalu menganggap sebagai korban dari praktek kasus kredif fiktif, sedangkan pelaku-pelakunya adalah orang-orang BRI itu sendiri, bukan orang asing. Kami menilai pihak BRI bertindak dengan tidak penuh tanggungjawab kepada publik, kepada pemerintah dan kepada para pemegang saham atas kelalaian-kelalaian yang terjadi.
Fakta kasus kredit fiktif yang terjadi di BRI selalu menggunakan data-data nasabah, memalsukan dokumen-dokumen, lolos dari proses audit, hingga sangat mudah membuat jaminan oleh perusahaan untuk menyalurkan kredit briguna, Ingat kasus BRI KCP Tanah Abang, bahwa perusahaan yang bergerak di jasa Ladies Escourt, Dancer dan Minuman Keras bisa mendapatkan suplay kredit total ratusan miliar rupiah dari kredit fiktif.
Praktek kredit fiktif, dilakukan secara massif dan terjadi di mana-mana, hal ini seharusnya mendorong PPATK, OJK, BI, Ombudsman RI, BPK dan Kementerian BUMN harus melakukan investigasi kembali secara menyeluruh baik aliran keuangan, mal-administrasi, kebijakan yang diambil serta pengawasan perihal program-program kredit BRI diseluruh wilayah dalam tempo 2016 – 2022 saat ini. Mengingat gampangnya praktek kredit fiktif yang dilakukan oleh pihak BRI, kami menduga banyak sekali aliran uang yang mengalir secara illegal di BRI seluruh Indonesia mengingat pola yang terjadi seperti kasus kredit Briguna di BRI KCP Tanah Abang.
Saat ini, kasus serupa terjadi di BRI Padeglang dan BRI Dewi Sartika Bogor, kredit fiktif miliaran rupiah gampang dilakukan mengatasnamakan data nasabah. Dan hal ini tentu akan berpotensi akan banyak dan massif praktek kredit fiktif/illegal yang dilakukan oleh pihak BRI jika ditelurusi lebih jauh proses pengauditannya seluruh cabang di Indonesia, mengingat pengungkapan fakta kredit fiktif selalu bermula ketika adanya aduan para nasabah yang menjadi korban.
Mengaku menjunjung tinggi GGC, namun tidak berani transparan!
Sejauh ini, IMPH – Koalisi Masyarakat Anti Diskriminasi telah mengirim surat perihal audiensi, laporan & klarifikasi kepada Direktur Utama BRI perihal pengungkapan dan publikasi jumlah kerugian uang Negara yang terjadi akibat Kredit Fiktif di BRI untuk dipublikasi, termasuk pertanggungjawaban kinerja para pejabat BRI mulai ditingkatan Cabang Pembantu hingga pusat pada setiap kasus kredit fiktif yang terjadi.
IMPH juga menyoroti perihal :
Bentuk transparansi pihak BRI atas kerugian akibat kredif fiktif.
Pertanggungjawaban kelalaian pengawasan pihak BRI akibat kredit fiktif.
Pertanggungjawaban kinerja para pejabat BRI akibat kredit fiktif.
Jumlah nasabah-nasabah atau korban kredif fiktif.
Motif dan cara pihak BRI melakukan kredit fiktif.
Sikap dan tindakan Otoritas Jasa Keuangan sesuai pasal 7 UU OJK perihal pengaturan dan pengawasan perbankan, terkhususnya BRI.
Langkah preventif yang dilakukan pihak BRI sejak awal mula terjadinya kasus kredif fiktif di BRI.
Kerugian uang Negara & Nasabah dianggap enteng oleh BRI!
Publikasi Indonesia Corruption Watch (ICW) mengungap bahwa BRI adalah perusahaan milik Negara yang menempati urutan pertama dengan jumlah kasus korupsi dari total 38 kasus disektor perbankan periode 2016 -2019, dan negara mengalami kerugian akibat korupsi tersebut mencapai 45 Triliun Rupiah.
IMPH – Koalisi Masyarakat Anti Diskriminasi mengumpulkan fakta data bahwa rata-rata kredit fiktif yang terungkap/terpublikasi rata-rata miliar-an hingga ratusan miliar rupiah per-kasu, yakni :
BRI KCP Tanah Abang 95,4 miliar, BRI Dewi Sartika Bogor 2,2 miliar, BRI Cabang Padeglang 1,4 miliar, BRI Cabang Ujung Batu 7 miliar, BRI di Pangkal Pinang 43 miliar, BRI di Denpasar 3,1 miliar, BRI Cabang Marabahan 5,9 miliar, BRI Cabang Veteran Palembang 117 miliar, BRI wilayah Surabaya 10 miliar, BRI KCP Kabanjahe 8,1 miliar, BRI unit Mallonggi-longgi & unit Temassarangge 11 miliar, BRI Cabang Pucang Anom 6,9 miliar, BRI Cabang Kendal 1,9 miliar, BRI unit Mantup 1,5 miliar, BRI Cabang Rokan Hulu 7,2 miliar, BRI Purbalingga 28 miliar, BRI Muara Bungo 13,9 miliar, BRI Amplas 1,9 miliar, BRI Ketapang 6 miliar, BRI KCP Tegar Beriman 4,2 miliar, BRI di Badung 1,7 miliar.
Tindaklanjut IMPH – Koalisi Masyarakat Anti Diskriminasi
Kami telah melakukan upaya persuasif dengan mengirim surat agar dapat direspon langsung oleh Dirut BRI perihal permasalahan-permasalahan terkait kredit fiktif. Kami telah mengirim surat kelembaga-lembaga terkait agar merespon permasalahan kegagalan BRI atas program kredit.
Kami juga membangun posko aduan, kampanye secara digital (#brigagal) agar seluruh masyarakat bisa membaca fakta serta melaporkan permasalahan-permasalahan serupa. Serta membangun jaringan masyarakat sipil untuk melakukan aksi solidaritas bersama menuntut permasalahan ini menjadi issue bersama/nasional.
IMPH – Koalisi Masyarakat Anti Diskriminasi
Wira
Kontak : +62-8211763694 || imph.nasional@gmail.com
No comments:
Post a Comment