Modus Mafia Sembako Kangkangi Dana KPM

KABARMASA.COM, SULAWESI SELATAN - Beredarnya surat panggilan alias undangan klarifikasi biasa tim penyidik polres kabupaten bone, terhadap beberapa oknum kepala desa atas dugaan pemalsuan agen atau rekomendasi agen yang palsu berdasarkan audit BPKP di program sembako bansos. 

Hal tersebut pun di respon oleh Aktivis Dirfan Susanto, sebagaimana keterangannya pada media ini, menurut dirinya jika pemanggilan udangan klarifikasi Institusi Polri (Tim Penyidik Polres Bone) terhadap kepala desa dengan dugaan pemalsuan agen, Maka pertanyaannya adakah agen yang palsu dan bagaimana kriteria agen yang palsu itu.? Kemudian jika evaluasi agen yang di lakukan oleh Sekda dan Dinas Sosial yang melibatkan aparat penegak hukum (APH), baik polres atau pun kejaksaan dengan dalil hasil audit BPKP. Maka timbul pertanyaan apakah benar hasil audit BPKP menyebutkan adanya agen palsu dan kerugian negara yang di sebabkan oleh adanya agen palsu.? 
Tentunya pertanyaan diatas sangat perlu di jawab oleh sekda, kadis sosial dan pihak kejakasaan.

Lanjut Dirfan Red, menegaskan jika dirinya hanya ingin fokus pada kerugian keuangan negara/dana keluarga penerima manfaat (KPM) yang telah di kangkangi oleh mafia bansos penting untuk di ketahui publik. 
Sebenarnya disini kebanyakan agen hanya tumbal dari sistem oligarki (suplyer) sembako, kenapa demikian.? Mari kita bagi agen menjadi dua kategori yaitu agen yang mandiri dan agen yang tidak mandiri. Agen yang mandiri tentunya memiliki cukup modal untuk mengadakan bahan pangan sebagaimana tertuang dalam pedum/permensos nomor 5 tahun 2021. Namun keberadaan agen mandiri tersebut, kemungkinan besar hanya sekitar kurang dari 5 %. Kemudian agen yang tidak mandiri adalah agen yang tidak memiliki cukup modal untuk mengadakan bahan pangan, sehingga agen seperti ini bergantung kepada oligarki yang berkedok pemasok ( suplyer ). 

Adapun modus bagaimana dana KPM di kangkangi oleh agen dan mafia bansos. 
Defenisi pertama adalah banyaknya suplyer yang di tunjuk oleh Dinas Sosial atau Sekda bahkan bupati. Mereka adalah pedangan bahan pangan karbitan, artinya bukan dari latar belakang pengusaha gabah dan penakar telur misalnya. Akan tetapi dari kalangan kontraktor, Kader Partai dan bahkan Aktivis. Sehingga menimbulkan lonjakan harga bahan pangan yang sangat tinggi dan membuat stabilitas harga pangan tidak sesuai antara harga agen dan harga pasar. 
Contohnya semisal saya, ambil contoh agen yang berada di desa tempat saya tinggal. Ya sebut saja Desa Biccoing, Kecamatan Tonra, Kabupaten Bone. 
Kepala Desa dan Istrinya adalah ASN. Kemudian mereka adalah Agen yang kategorinya tidak mandiri alias palsu misalnya. Namun faktanya transaksi sembako di tempatkan di agen tersebut, otomatis mereka bergantung bahan pangan kepada suplyer yang di tunjuk di rekomendasikan oleh Dinas Sosial. Sehingga Agen Kepala Desa tersebut hanya mengandalkan administrasi/biaya gesek dari Kartu Keluarga Sejahtera (KKS) yang nomonalnya kurang lebih Rp. 10. 000 - Rp. 12.000. per KKS per bulannya. Artinya jika di kalikan dengan jumlah KPM yg di ketahui kurang lebih sekitar 260 an KPM penerima sembako, belum lagi bila ada kemungkinan KPM PKH yang juga ikut di gesek di agen tersebut yang biaya geseknya di perkirakan mencapai Rp. 20.000 - Rp. 25. 000 per KKS. 
Modus biaya gesek itu di akali sedemikian rupah, misalnya oligarki (suplyer) memasukkan bahan pangan dalam bentuk pecking dengan harga telur misalnya Rp. 47.000 per rak dan beras kualitas madium Rp. 9.500 per kilo. Kemudian agen menjual ke KPM dgn harga beras Rp. 10. 000 per kg dan telur Rp. 50. 000 per rak. Ya syukur - syukur klo tidak di kurangi lagi 5 butir setiap raknya atau KPM hanya di kasih sekitar 25 butir per 1 bulan anggaran atau pencairan. 
Dari mana keuntungan mafia sembako ( Suplyer ) mari kita ulas. Para suplyer mencari harga beras murah dengan kualitas madium ya mungkin harganya maksimal di pedangan gabah Rp. 8.500 per kg. Kemudian telur ketika normal antara Rp. 38. 000 per rak. Sehingga jika di bandingkan antara harga jual sembako di program sembako bansos dengan harga pasar maka tentu harga sembako bansos jauh lebih tinggi di bandingkan harga pasar. Modus dagang seperti ini jelas merugikan para pelaku usaha yang benar benar bergerak di bidang pangan. Sebab banyak muncul pedagang bahan pangan karbitan yang di karbit oleh penguasa dalam hal ini pemerintah. Jika kita mengacu di pedum atau permensos pun saya pastikan mafia ( suplyer ) yang di tunjuk oleh pemerintah tidak memenuhi standar persyaratan. 

Dirfan Susanto juga menambahkan bahwa Aparat Penegak Hukum ( APH ) agar tidak masuk angin dalam membongkar gurita mafia bansos ini. Khususnya di Kabupaten Bone, Kemudian jika mitra dalam hal ini Kapolres dan Kajari membutuhkan info terkait kejahatan para mafia ( suplyer ). Maka dirinya siap membantu APH untuk bongkar - bongkaran. Agar Kabupaten Bone benar - benar bisa terhindar dari prakter - prakter Korupsi. Ungkapnya.
Share:

No comments:

Post a Comment






Youtube Kabarmasa Media



Berita Terkini

Cari Berita

Label

Arsip Berita

Recent Posts