Pabrik Obat Keras Terbesar Se-Indonesia Dibongkar di Bantul

 
KABARMASA.COM, BANTUL - Ditreskrim Narkoba Mabes Polri dan Polda Daerah Istimewa Yogyakarta membongkar pabrik pembuatan pil-pil keras dan berbahaya di Kecamatan Kasihan, Kabupaten Bantul. Dengan produksi dua juta pil sehari, Polri mengatakan ini adalah pabrik terbesar se-Indonesia.

Jumpa pers di tempat kejadian perkara di Jalan IKIP PGRI 158, Desa Ngestiharjo, Bantul, Senin pagi (27/6), dihadiri langsung Kabareskrim Komjen Agus Andrianto, Dir Narkoba Bareskrim Polri Brigjen Krisno H. Siregar dan Kapolda DIY Irjen Asep Suhendar. 

"Pabrik ini terungkap melalui penangkapan 13 tersangka yang terjaring dalam Operasi Koplo 2021 pada medio 13-15 September di berbagai kota di Jawa Barat dan Jakarta," kata Kabareskrim Agus. 

Selain di Ngestiharjo, polisi juga membongkar keberadaan pabrik lainnya yang masih dikelola pelaku yang sama di Kecamatan Gamping, Sleman, yang berjarak sekitar lima kilometer dari pabrik di Bantul.

Pabrik ini memproduksi obat keras mencapai dua juta per butir hari melalui tujuh mesin. Kabareskrim Agus mengatakan, omzet pengelola mencapai Rp2 miliar per hari dengan perkiraan harga per butir pil Rp1.000.

Dalam paparannya, Dir Narkoba Bareskrim Polri Brigjen Krisno H. Siregar mengatakan kasus ini bermula dari tertangkapnya delapan orang pengedar obat keras dan psikotropika di Cirebon, Indramayu, Majalengka, Bekasi, dan Jaktim.

"Dari mereka kami menyita 5 juta pil siap edar yang berjenis Hexymer, Trihex, DMP, Tramadol, double L, dan Alprazolam," jelasnya.

Lewat pendalaman pada Rabu (22/9) dini hari, tim Mabes Polri menggerebek pabrik di Bantul. Dari dua saksi diketahui bahwa pengelola pabrik ini bernama Daud alias DA (49) yang kemudian ditangkap di Kasihan, Bantul.

Saat diperiksa, Daud mengakui dia pengelola dua pabrik atas perintah kakaknya, Joko, alias J yang turut  ditangkap di Gamping, Sleman.

"Pabrik ini dijalankan sesuai dengan arahan  EY yang kami tetapkan sebagai buron. Perlu diketahui pabrik di DIY ini sudah beroperasi sejak 2018  silam," jelasnya. 

Brigjen Krisho mengatakan EY adalah otak di balik bisnis obat-obatan ilegal ini. Dialah yang mengatur jumlah pesanan pil  yang harus diproduksi dan mengatur pula distribusi bahan baku ke pabrik yang tersebar di berbagai wilayah. Polisi juga menangkap AS sebagai distributor bahan baku.  

"Dengan tujuh mesin produksi, dalam sebulan mereka mampu menghasilkan 420 juta pil keras dan berbahaya untuk kemudian dikirimkan ke pemesan yang tersebar Jabar, Jatim, Kalsel, dan Kaltim," jelasnya. 

Kepolisian saat ini mengembangkan pengungkapan jaringan ini di beberapa kota lain dan menyelidiki ada tidaknya tindak pidana pencucian uang. (gatra.com)

Share:

No comments:

Post a Comment






Youtube Kabarmasa Media



Berita Terkini

Cari Berita

Label

Arsip Berita

Recent Posts